Senin, 13 Oktober 2014

Muhasabah Cinta

Muhasabah Cinta

Bismillahirrohmanirrohim

Kepadamu ya Rabb,Tempat bersandar dan berpeluh. Ijikan aku lantunkan tembang syukur tak terhingga. Kini tiba saat berlabuh, detik terindah, sepanjang perjalanan langkah. Detik termahal, karena energi jiwa kita hampir terkuras sepenuhnya. Inilah saatnya cinta bertutur kata, menelisik hingga relung yang paling dalam, takkan pernah cukup kata merangkum seluruh rasa, hanya keagunganMu yang mampu mewakilinya…
Subhanallah wal hamdulillah……
Kepadamu cintaku, tempat aku kan berguru, pada bening di kedua matamu, pada ketulusan kasihmu, pada cerahnya senyummu, dan dialog – dialog yang mengalir penuh makna.
Terimakasih atas segala kepercayaan, semoga tak pernah berkurang. Ikatan cinta yang telah ditautkan, semoga ialah pertemuan di dunia dan peraduan kasih di akhirat sana.
Percikan Taujih


SAAT DUA HATI MENYATU

“Maka nikmat tuhanmu yang manakah yang hendak kamu dustakan. Apa yang ada di langit dan di bumi selalu meminta padanya, setiap saat Dia dalam kesibukan.
(( Q.S Arrahman : 28 -29 ))

Syukurku pada Tuhan
Atas indahnya ikatan suci di antara kita
Ingatkan kebenaran dan kesabaran
Menuju cinta illahi yang hakiki

Rasa syukur itu sepatutnya kita panjatkan pada Illahi Rabbi atas segala nikmat dan karuniaNya, atas hembusan ikatan suci yang di anugrahkanNya. Rabbi..auzi’’ni an asykura ni’matakallati an’amta alayya wa ala walidayya…
Ya Rabb.. perkenankan hamba memintal untaian syukur tak terhingga, memadukan simpul – simpul taubat, merangkai bunga dzikir dan doa ke hadiratMu.
Ya Rabb.. segala puji bagimu, Berkenan mempertemukan kami, mengikat tali suci, dalam kesakralan janji.
Kasih, penantian bagi kita adalah hal yang teramat menjemukan. Menanti saat – saat berbagi dan melerai kasih antara kita bukan hanya sebatas hitungan jari. Segenap luahan hati telah kita rasakan bersama, rasa rindu, cinta yang tertahan, bahkan debar – debar waktu semakin tak menentu seiring berjalannya waktu.
Kasih, rasa cemas dan kegelisahan ini menjadi bukti, bahwa kita tak memiliki daya apapun kecuali sebatas rencana dan upaya. Bukti bahwa kita tak ada apa – apanya dibanding kehendakNya. Bukti bahwa 99 % usaha manusia mampu terkalahkan oleh 1% kehendaknya. Maka setiap detik penantian kita adalah doa dan harapan. Setiap waktu yang bergulir adalah memohon agar di permudah dan di perlancar segala urusan kita.
Kasih, di hari penuh makna ini, saat kita ikrarkan diri untuk tetap teguh dan terus bersama di jalannya, menjalani hari yang kita harapkan sakinah, mawaddah wa rahmah, janganlah sampai kita lupa bahwa ini adalah karuniaNya, nikmat dan anugrahNya.
Kasih, semoga lantunan syukur yang sederhana ini bisa mewakili bait NikmatNya yang begitu agung. Lain syakartum la azidannakum wa lain kafartum inni ‘adzabii la syadiid. 
My Beloved Wife Putri Qurrata A'yun

1 komentar:

  1. Ak mengenalmu. Sedari dulu, saat kau masih duduk sebagai mahasiswa di kampus biru itu. Kembarai kota itu, melewati trotoar berdebu nan terik itu, atau terkadang berjingkat – jingkat lewati genang genang air saat musim beralih basah. Sama !!
    Tenang lakumu tika itu. Aku menatapmu dari belakang, tas punggungmu itu ikut bergoyang, ikuti alun langkahmu yang pelan. Padahal telah berulang kali telah kucoba untuk merunduk saja, menatapi remah – remah pasir yang bulir.
    Aku mengenanlmu, lewat baris roda dua pun roda empat yang padat merayap, berdiri di tepian trotoar di sebrang sana. Atau lewat buku buku tebalmu yang sedemikian erat kau dekap di dadamu. Atau lewat perjumpaan d tikungan perpus yang lenggang itu, kau merunduk dan aku tak mampu menyembunyikan gugupku. Payah.
    Dan kau, saat memilih duduk melingkar di pojok mushola, menyekat tuntas dengan sehelai kain hijab, pikirmu agar tak ada lagi celah yang mampu membuat fitnah di sela sela syuro rutin bulanan kita. Tahukah kau, suaramu yang tak berwujud itu, mengendap endap menerobos sekat, atau dehem dan tawa kecilmu, yang tanpa sadar melongok di ruangku. Tahukah kau, lewat celah sedelik semut aku mengintipmu pelan – pelan, berharap ku jumpai teduh wajahmu di sudut mushola yang beku. Aku mengaku!!
    Lelaki sederhana berbalut kemeja. Kadang kotak – kotak hijau, kadang garis bersiluet biru, kadang bermotif batik oren yang menyala. Aku mengenalmu. Kulihat kau menyapu sore itu, di muka rumah petak 4 x 4 meter berisi Sembilan jiwa, meski tak bersih, tapi ku tahu kau Cuma kerjakan tugas piketmu.
    Tak ada mewah. Kau Cuma lelaki sederhana yang papa. Tak punya apa- apa . bagaimana kau berani meminangku. Menantang perasaanku, “ maukah kau.. membangun istana bersamaku ?” tanyamu waktu itu. Tak adakah sekuntum bunga, atau sebungkus kado merah jambu sebagai peluluh hatiku? Istana?? Bahagaimana bisa.. sedang aku juga tak punya apa-apa sepertimu. Sama!! Parah.
    Aku setuju, ujar temanku sepagi itu. Sungguh.. aku bersumpah ia lelaki yang baik, aku bersaksi.. ia selalu datang lebih awal sebelum adzan selesai di kumandangkan, ia selalu berdiri di shaff depan tepat di belakang imam, ia akan tetap duduk berlama sebelum tuntas ia rapalkan sejumlah dzikir dan doa. Sungguh. Ia lelaki yang baik. Tambah temanku itu.
    Dan kau, lelaki yang duduk di tepian jendela kaca menghadap utara, yang hanya bercinta dengan larik-larik kitab ushul fiqh dan tafasir, tak tahukah kau.. aku mengirim sepasang mata untuk mengawas gerikmu. Kau ini, nyeleneh. Apa kau tak tahu, gadis sangat suka di puji dan di cermati, sedang kau tidak, oranglain akan sibuk membuat puisi atau mengirimi kata-kata romantic, sedang kau tidak, yang lain akan mengatur jadwal kencan dan ketemu, sedang kau tidak. Kau ini,aneh !!
    Berani sekali kau telpon aku pagi itu, “ maukah kau.. jadi permaisuri di istanaku “ujarmu. hei..istana yang mana, tapi aku terlanjur membangun cinta pada lakumu, pada sederhanamu, pada diammu, pada gerikmu, pada segala- galanya yang baik padamu.
    Maka saat kuku kuku malam mencengkeram langit, aku bermunajat, mengiba pada Sang Maha. Pada siapa keping iman ini akan menyempurna. Hingga betul aku tersungkur di atas sajadah, mencercapi dingin yang senyap, menangis sejadinya, berhari hari berminggu minggu. Tak kujumpai apapun selain sepasang mata teduh, menatapku dalam kerling manja. Ya, aku baru ingat saat terbangun. Kau pemilik mata rajawali itu. Dan aku percaya. Subhanallah.
    TO BE CONTINUE



    Lelaki sederhana itu suamiku, Dzulkifli amnan Lc.M.Kom.I
    Sekarang menjadi dosen di Univ.Assyafiiyyah Jakarta,
    Wakil Direktur Lemkia UIA Jakarta,Penerima beasiswa diktis
    Program Doktoral di Al-Qur’anul kariem University of Sudan

    BalasHapus

Powered By Blogger