Minggu, 28 Juli 2013

Memaknai Nuzul AL-Qur'an



MEMAKNAI NUZUL AL-QUR’AN


شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, adalah bulan yang diturunkan Al-Qur’an di dalamnya. Sebagai petunjuk bagi manusia, dan penjelas antara huda dan furqon” (QS. Al-Baqoroh)
Nuzul berasal dari kata nazala yanzilu nuzulan yang berarti turun. Nuzulul qur’an artinya turunnya alqur’an. Syaikh Nawawi Al-Bantani menjelaskan maksud nuzululqur’an di dalam tafsirnya Mirah Labid,: Allah swt menurunkan Al-Qur’an dengan perantara malaikat Jibril satu kitab utuh pada malam lailatul qodr, yaitu malam ke dua puluh empat bulan Ramadhan dari Al-Lauh Al-Mahfudz ke langit dunia, yang disebut dengan Bait Al-‘Izzah, kemudian dari Bait Al-‘Izzah, Allah swt menurunkan Al-Qur’an kepada nabi Muhammad saw melalui perantara malaikat Jibril secara berangsur-angsur dalam kurun masa 23 tahun, sesuai dengan kebutuhan/peristiwa.[1]
Bulan Ramadhan adalah bulan yang mulia. Bulan yang dikhususkan Allah untuk menurunkan kitab-kitabnya. Al-Imam Fakhruddin Al-Rozi menyebutkan riwayat hadis, Rosulullah saw bersabda : “Lembaran-lembaran wahyu (shuhuf) nabi ibrahim diturunkan pada malam pertama Ramadhan, taurat diturunkan pada malam kedua, injil diturunkan pada malam ke-13, sedangkan Al-Qur’an diturunkan pada ke-24 Ramadhan.”[2] (HR. Imam Al-Baihaqi)
Al-Qur’an yang diturunkan kepada Rosulullah saw adalah wahyu Allah. Menjadi kewajiban setiap muslim untuk mengimaninya. Karena mengimani Al-Qur’an termasuk salah satu rukun iman yang enam, yaitu iman kepada kitab-kitab Allah. Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas, menjelaskan bahwa Al-Qur’an adalah Huda Li Al-Nas (petunjuk bagi manusia) pedoman hidup yang menuntun manusia dalam kehidupannya selama di dunia. Yang dimaksud dengan huda,Al-Imam Fakhruddin Al-Rozi mengutip pendapat Shohib Al-Kassyaf: “petunjuk yang mengantar sampai tujuan”. [3]
Al-Qur’an adalah petunjuk (al-huda) yang kompleks yang tidak hanya mengatur satu sisi dan meninggalkan sisi lain. Tetapi Al-Qur’an adalah pedoman hidup yang mengatur segala lini kehidupan manusia yang meliputi aspek ibadah (ritual), akhlak (moral), aqidah (spiritual), sejarah dan masa depan, sains, mu’amalah / hubungan; baik kepada kholiq (pencipta) maupun kepada mahluk (ciptaan). Meskipun Al-Qur’an membahas segala hal mengenai kehidupan, tetapi Al-Qur’an hanya terdiri dari 114 surat, atau hanya setebal satu buku yang berjumlah kurang lebih 604 hal. Karena itulah imam syafi’I pernah berkata di dalam bait syairnya: “ilmu sejati adalah apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah rosulullah saw, dan selain keduanya hanyalah bisikan syaitan”.[4]
Ramadhan adalah momentum bagi kita untuk kembali kepada Al-Qur’an. Maksudnya adalah bagaimana interaksi keseharian kita kepada Al-Qur’an meningkat. Sehingga kita menjadi sadar bahwa Al-Qur’an bukanlah sebuah buku biasa, tetapi ia adalah petunjuk kehidupan kita sehari-hari, selama kita masih di dunia. Karena itu ada beberapa fase yang perlu kita perhatikan dalam rangka kembali kepada Al-Qur’an,
1. Mengaji
Hal pertama yang dilakukan sebagai langkah awal untuk kembali kepada Al-Qur’an adalah dengan mengaji (membaca Al-Qur’an). Setiap muslim dituntut agar mampu membaca Al-Qur’an sehingga ia mampu mengetahui apa yang dikandunganya. Mengenai membaca Al-Qur’an, banyak sekali hadis rosulullah saw yang menjelaskan keutamaannya, diantaranya:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : خيركم من تعلم القرأن وعلمه (رواه الإمام البخاري)
sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya”. (HR. Imam Bukhori)
Hadis di atas menjelaskan, bahwa orang yang baik adalah orang yang mengaji dan mengajarkan Al-Qur’an, sebaliknya orang yang tidak baik (seburuk-buruk orang) adalah orang yang tidak mau mengaji dan tidak mau berusaha untuk bisa mengaji (membaca Al-Qur’an).
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : "من قرأ حرفا من كتاب الله فله حسنة والحسنة بعشر أمثالها لا أقول "الم " حرف، ولكن ألف حرف ولام حرف وميم حرف". (رواه الترميذي)
Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an, maka ia menapatkan satu pahala kebaikan, dan satu pahala kebaikan Allah set lipatgandakan sepuluh kali lipat. Aku (rosulullah saw) tidak mengatakan alif lam mim adalah satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu huruf” (HR. Imam Tirmidzi)
Hadis di atas menjelaskan, bahwa satu huruf yang dibaca di dalam Al-Qur’an akan mendapatkan pahala kebaikan dari Allah swt, semakin banyak huruf yang dibaca maka pahala kebaikan semakin banyak. Dan satu-satunya kitab di dunia yang mendapatkan pahala kebaikan per hurufnya adalah Al-Qur’an. Karena itulah semakin banyak kita membaca Al-Qur’an maka semakin banyak investasi amal kita di akhirat. Terlebih di bulan Ramadhan, dimana Allah swt melipatgandakan berkali-kali lipat. Maka merugilah bagi orang yang tidak memborong pahala kebaikan selama di bulan Ramadhan. (sebagiamana sabda Rosulullah Saw)
Satu lagi Hadis Rosulullah yang saya sebutkan di tulisan ini,
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من قرأ القرأن وعمل بما فيه، ألبس الله والديه تاجا يوم القيامة ضوؤه أحسن من ضوء الشمس في بيوت الدنيا فما ظنكم بالذي عمل بهذا."(رواه أبو داود)
orang yang membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isi Al-Qur’an, maka Allah swt akan memakaikan mahkota kebesaran pada hari kiamat kepada orang tuanya, cahanya lebih baik daripada cahaya matahari yang menerangi rumah-rumah di dunia. Lantas bagaimana dengan orang yang mengamalkannya”. (HR. Imam Abu Dawud)
Hadis di atas menjelaskan bahwa seorang muslim yang dapat membaca Al-Qur’an, pahalanya tidak hanya bermanfaat bagi dirinya sendiri, tetapi Allah swt akan mengangkat derajat orangtuanya dengan memberi keduanya mahkota kebesaran di hari kiamat. Maka dari itu, timbul satu pertanyaan, apakah kita tidak bangga ketika di hari kiamat nanti, hari yang setiap mahluk akan terdiam bisu, tunduk lesu melaporkan setiap pertanggung jawabanya kepada Allah, Allah swt memberikan mahkota kebesarannya kepada orang tuanya?, (sebagai renungan)
2. Mengkaji
Setelah kita mampu mengaji, hal yang berikutnya yang mesti dilakukan adalah mengkaji Al-Qur’an. Maksudnya adalah mempelajari dan memahami isi Al-Qur’an. Seorang muslim tidak akan mampu menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, kalau ia tidak mengetahui isi Al-Qur’an. Sebagaimana contoh, orang yang baru saja membeli alat elektronik, misal HP, ia tidak akan bisa mengoperasikan dan menggunakannya dengan baik dan optimal kecuali dengan membaca dan memahami buku petunjuk penggunaannya dengan seksama. Sama halnya dengan Al-Qur’an, ia tidak akan memberikan kepada kita petunjuk kalau kita tidak mengkajinya/ mempelajarinya. Karena itu mengkaji Al-Qur’an perlu dilakukan oleh setiap muslim sehinnga ia mengetahui isi kandungan Al-Qur’an.
Banyak kitab tafsir (buku yang menjelaskan dan menerangkan Al-Qur’an) yang telah ditulis oleh para ulama, mulai dari masa sahabat sampai masa global saat ini. Yang intinya mereka mengkaji isi Al-Qur’an. Diantara kitab tasir yang populer di indonesia adalah tafsir mirah labid karya syaikh muhammad nawawi al-bantani al-makki (seorang ulama tanah suci dari tanah jawa), tafsir Al-Qur’an al-‘adhim (atau yang dikenal dengan tafsir ibnu katsir), tafsir al-jalalain, tafsir ayat al-ahkam karya syaikh muhammad ali shobuni dan lain-lain. Dalam mengkaji inilah dibutuhkan kesabaran dan kontinuitas, karena seorang yang tidak mampu membacanya (karena kitab-kitab tafsir biasanya berbahasa arab) maka ia harus mengkajinya dengan orang yang sudah mempunyai ilmunya. Sehingga dengan ia belajar kepada seorang kyai atau ustad yang sudah mengetahui ilmu tafsir, ia tidak akan salah dalam memahaminya. Allah swt berfirman :
فاسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون
bertanyalah kepada ahlinya (orang yang mengetahui) jika kamu tidak bisa”
3. Tadabbur (Perenungan)
Mentadabburi Al-Qur’an adalah kelanjutan dari fase mengaji dan mengkaji. Ketika seorang muslim sudah mampu mengaji dan mengkajinya, maka ia akan lebih mudah dalam mentadabburi kandaungan Al-Qur’an. Berbeda antara orang yang sekadar membaca dengan orang yang membaca disertai tadabbur. Meskipun keduanya sama-sama mendapatkan pahala, sebagaimana pendapat para ulama, tetapi orang yang membaca dengan disertai tadabbur, ia akan merasakan kedekatan kepada Allah, dan ketengan hati. Karena tadabbbur itu berhubungan dengan hati. Sebagaimana yang disingggung Allah swt :
ألا بذكر الله تطمئن القلوب
Ingatlah, dengan mengingat Allah swt, hati menjadi tenang”.
Lebih spesific lagi tentang tadabbur, Allah swt berfirman
أفلا يتدبرون القرأن أم على قلوب أقفالها
“tidakkah mereka mentadaduri Al-Qur’an, ataukah hati-hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)
tadabbur,sebagaimana al-imam fakhruddin al-rozi menjelaskan, merenungi bacaan Al-Qur’an dengan hati dan memahaminya.[5]
4. Mengamalkannya
Ketika seorang muslim mampu mengaji, mengkaji dan mentadabburinya lalu mengamalkannya dalam kehidupannya, maka itu adalah bukti keimanannya kepada Al-Qur’an. Karena iman tidak sekadar perkataan lewaat ucapan lisan, tetapi ia harus diyakini di hati dan diamalkan. Ini berarti bahwa bukti keimanan kepada Al-Qur’an adalah meyakini bahwa Al-Qur’an adalah kitab suci (kalamullah) yang diturunkan kepada rosulullah saw, dan meyakini bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk / pedoman hidup manusia yaitu dengan mengaji, mengkaji, mentadabburi dan mengamalkannya. Ketika kita dapat melakukan itu semua, maka kenikmatan hidup di bawah naungan Al-Qur’an akan dapat kita rasakan. Sebagaimana kata sayyid quth di dalam muqoddimah tafsirnya fi dhilal Al-Qur’an :
الحياة في ظلال القرأن نعمة، نعمة لا يعرفها إلا من ذاقها
“Hidup di bawah naungan Al-Qur’an adalah suatu kenikmatan, kenikmatan yang tidak diketahui kecuali orang yang merasakannya”.
(Semoga bermanfaat)
Ditulis oleh : Al-Faqir Ila Rahmati Rabbihi, Dzul Kifli Amnan Al-Syarafani Al-Qudsy

MARAJI’ (REFRENSI):
Mirah Labid Li Kasyfi Ma’na Al-Qur’an Al-Majid, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki
Al-Tafsir Al-Kabir Aal-Mutsamma Bi Mafatih Al-Ghaib, Syaikh Al-Islam Fakhruddin Al-Razi
Al-Tibyan Fi Adab Hamalah Al-Qur’an, Al-Imam Muhyiddin Nawawi
Fathu Al-Qodir, Al-Imam Syaukani
Fi Dhilal Al-Qur’an , Sayyid Quthb






[1] Al-‘allamah syaikh muhammad nawawi al-bantani, mirah labid li kasyfi ma’na al-qur’an al-majid. (beirut: dar al-kutub al-‘ilmiyah. Cet. V. 2011). Hal. 61
[2] Syaikh fakhruddin al-rozi, al-tafsir al-kabir. (beirut : dar al-kutub al-islamiyah. Cet.IV. 2013). Hal. 2/21
[3] Syaikh fakhruddin al-rozi, al-tafsir al-kabir. (beirut : dar al-kutub al-islamiyah. Cet.IV. 2013). Hal. 2/2
[4] Lihat diwan al-imam syafi’i
[5] Ibid., Hal. 28/57

Senin, 15 Juli 2013

Doa di Bulan Suci



DOA DI BULAN SUCI
Suatu hari, seorang kiyai di sela-sela mengajar tafsir ayat-ayat shiyam/ puasa, ia bertanya kepada santri-santrinya : “kenapa Allah swt meletakkan ayat doa di tengah-tengah ayat puasa?”. Mendengar pertanyan sang kiyai, setiap santri mulai berfikir dan berusaha menjawab, tetapi setiap jawaban tidak ada yang cocok dengan maksud sang kiyai, karena itu sang kiyai tersebut menjawab dan menjelaskan:  Bahwa Allah swt meletakkan ayat doa di tengah ayat-ayat puasa bukanlah sebuah kebetulan tetapi itu adalah isyarat kepada kita supaya memperbanyak doa di bulan suci Romadhan”.[1]
Yang dimaksud ayat tersebut adalah firman Allah swt :
وإذا سألك عبادي عني فإني قريب، أجيب دعوة الداع إذا دعاني فليستجيبوا لي وليؤمنوا بي لعلهم يرشدون
Dan jika hamba-hambaKu bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku itu dekat. Aku mengabulkan setiap doa orang yang meminta ketika ia berdoa, maka hendaklah mereka semua meminta kepadaku dan beriman, supaya mereka mendapat petunjuk” (QS. Al-Baqoroh : 186)
Bulan suci ramadhan adalah bulan yang penuh barakah dan bulan dikabulkannya doa-doa. Hal ini sebagaimana riwayat dari abu ubadah ibn shomit bahwa pada suatu hari di bulan Romadhan Rosulullahsaw bersabda: “telah datang kepada kalian bulan ramadhan, bulan yang penuh berkah. Pada bulan itu, Allah menaungi kalian kemudian menurunkan rahmatNya, menghapus dosa-dosa dan mengabulkan setiap doa”. (HR. Imam Ibnu Majah dan Imam al-Thobrani)[2]
Allah swt mengabulkan setiap doa karena Allah swt bgitu dekat dengan hambanya. Sebagaimana penjelasan imam ghozali, meskipun Allah maha tinggi (‘ala ‘arsy istawa) di langit (maksudnya adalah kemaha tinggian Allah swt) tetapi Allah lebih dekat dariipada urat leher hambaNya.[3]
Adapun doa yang perlu kita prioritaskan disetiap kita berdoa di bulan Romadhan adalah meminta syurga dan berlindung dari api neraka. Hal ini sebagaimana hadis Rosulullahsaw yang diriwayatkan oleh salman al-farisi bahwa Rosulullahsaw ketika sedang khutbah menyambut bulan Romadhan, ia bersabda (diantara isi khutbahnya):
وأما الخصلتان التان لا غنى لكم عنهما ، فتسألونه الجنة وتعوذون به من النار (رواه ابن خزيمة والبيهقي في صحيحهما وصححه البيهقي)
Ada dua hal yang tidak patut ditingglkan di waktu Romadhan; kalian meminta kepada Allah swt syurga dan berlindung kepadaNya dari api neraka”.
Meraih syurga dan selamat dari api neraka adalah sebuah kemenangan yang hakiki. Tidak ada lagi kenikmatan yang lebih besar setelah kaki melangkah ke syurga dan dijauhkan dari api neraka kecuali bertemu dan melihat wajah Allah swt. karena kenikmatan dunia yang begitu menggoda dan memperdaya setiap manusia kecuali yang dirahmati Allah swt pada hakikatnya hanyalah kenikmatan semu yang tidak ada nilainya dibanding dengan kenikamatan syurga di akhirat kelak. Hal ini telah dinyatakan Allah swt di dalam surat Ali Imran ayat 185 :
فمن زحزح عن النار وأدخل الجنة فقد فاز وما الحياة الدنيا إلا متاع الغرور
Maka barangsiapa yang dijauhkan dirinya dari api neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah mencapai kemenangan (hakiki). Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”. (QS.Ali Imran: 185)
Tidak dipungkiri bahwa manusia menginginkan kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, karena itu Allah swt mengajarkan doa “sapu jagat” di dalam Alqur’an surat albaqoroh 201 :
ربنا أتنا في الدنيا حسنة وفي الأخرة حسنة وقنا عذاب النار
Ya Allah, berikanlah kami kebaikan/ kebahagiaan di dunia, begitu juga kebaikan/ kebahagiaan di akhirat. Dan lindungilah kami dari siksa api neraka”.
Banyak doa dan dzikir yang terdapat di dalam alqur’an. Dan banyak kitab-kitab yang ditulis oleh para ulama berkenaan dengan doa dan dzikir yang bersumber dari alqur’an dan hadis seperti kitab al-adzkar karya imam nawawi al-damasyqi. Kitab tersebut merupakan kitab yang banyak direkomendasikan oleh para ulama bahkan menjadi rujukan ulama-ulama sekarang dalam menyusun kitab-kitab dzikir dan doa.
Dalam berdoa, kita harus yakin bahwa Allah swt mendengar dan mengabulkan setiap doa. Karena di dalam alqur’an Allah swt berjanji:
ادعوني أستجب لكم
“Berdoalah kepadaKu, pasti Aku kabulkan doa kalian”.
Dan janji Allah swt pastilah benar, karena siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah swt?. hal ini dikuatkan dengan hadis di dalam shohih imam bukhori yang diriwayatkan oleh abu said, bahwa Rosulullahsaw bersabda :
ما من مسلم يدعو الله بدعوة ليس فيه إثم ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث خصال : إما أن يعجل له دعوته وإما أن يدخر له في الأخرة وإما أن يصرف عنه من السوء مثله
Tidaklah seorang muslim berdoa kepada Allah dengan suatu doa yang tidak ada di dalamnya unsur dosa / maksiat, dan tidak pula untuk tujuan memutus hubungan silaturrahim, kecuali Allah pasti mengabulkan doanya, dengan tiga hal : adakalanya Allah swt menyegerakan (dalam mengabulkan ) doa (di dunia), atau Allah swt menyimpannya (dibalas nanti kebaikan doanya) di akhirat, atau Allah menghindarkannya dari musibah.”.
Wallahu A’lam Bis Showab,
Ditulis Oleh : Al-Faqir Ila Afwi Robbihi Dzul Kifli Amnan Al-Qudsyi       



[1] Kenangan ngaji tafsir Fath al-Qodir ayat-ayat puasa bersama Dr.KH. Muslih Abdul Karim, MA di LIPIA, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepadanya, amin…amin
[2] Lihat di kitab irsyad al-syari fi jam’I mushonnafat khadlrotu al-syaikh Muhammad Hasyim Asy’ari (audlohu al-bayan fi ma yata’allaqu bi wadhoif ramadhan)
[3] Lihat bidah al-hidayah wa yalihi aqidah al-imam al-ghozali, riyadh: dar al-minhaj
Powered By Blogger