Senin, 16 September 2013

JARINGAN ULAMA TANAH JAWA DI TANAH SUCI ABAD XVII – XX

JARINGAN ULAMA TANAH JAWA DI TANAH SUCI ABAD XVII – XX

a. Hubungan Tanah Jawa Dengan Tanah Suci
Hubungan antara tanah jawa (nusantara) dengan dunia timur tengah sebenarnya telah terjadi jauh sebelum lahirnya nabi muhammad saw[1]. Hubungan antara nusantara dengan timur tengah melibatkan sejarah yang panjang. Azyumardi azra mengatakan bahwa Kontak paling awal antara kedua wilayah ini, khususnya perdagangan, bermula bahkan sejak masa Phunisia dan saba.[2] Hubungan ini berlangsung hingga masa setelah munculnya islam. Sejak abad ke-7 M atau abad pertama hijriyah, nusantara sudah membangun hubungan dengan timur tengah baik dalam bidang ekonomi, politik dan religi.[3] Hubungan ini semakin kuat pada  abad ke-16. Terlihat dengan adanya kerjasama antara kesultanan aceh dengan dinasti ustmani.[4]
Lebih lanjut, azyurmadi mengatakan, untuk menyimpulkan hubungan-hubungan antara timur tengah dan nusantara sejak kebangkitan islam sampai paruh kedua abad ke-17 menempuh beberapa fase dan juga mengambil beberapa bentuk. Dalam fase pertama, kasarnya sejak akhir abad ke-8 sampai abad ke-12, hubungan-hubungan yang ada pada umumnya berkenaan dengan perdagangan. Inisiatif dalam hubungan-hubungan semacam ini kebanyakan diprakarsai muslim timur tengah, khususnya arab dan persia. Dalam fase berikutnya, sampai akhir abad ke-15, hubungan-hubungan antara kedua kawasan mulai mengambil aspek-aspek lebih luas. Muslim arab dan persia, apakah pedagang atau pengembaara sufi, mulai mengintensifikasikan penyebaran islam di berbagai wilayah nusantara. Pada tahap ini hubungan-hubungan keagamaan dan kultural terjalin lebih erat.
Tahap ketiga adalah sejak abad ke -16 sampai paruh kedua abad ke-17. Dalam masa ini hubungan-hubungan yang terjalin lebih bersifat politik di samping keagamaan tadi. Di antara faktor terpenting di balik perkembangan ini adalah kedatangan dan peningkatan pertarungan di antara kekuasaan portugis dengan dinasti utsmani di kawasan lautan india. Menjelang paruh kedua abad ke-17, hubungan-hubungan keagamaan dan politik juga dijalin dnegan para penguasa haramayn. Dalam periode ini, muslim nusantara semakin banyak ke tanah suci, yang pada gilirannya mendorong terciptanya jalinan keilmuan antara timur tengah dengan nusantara melalui ulama timur tengah dan murid-murid jawi.[5]
B. Jaringan Ulama Tanah Jawa Di Tanah Suci
Keterlibatan ulama tanah dalam jaringan ulama tanah suci sudah ada sejak abad ke-17. Jejak mereka terekam dan ditulis oleh para ulama isnad dan sejarawan arab yang menulis tentang biografi para tokoh dunia arab, terutama tokoh tanah suci. Hal ini dikuatkan dengan analisa yang dilakukan azyumardi azra, dia mengungkap jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara abad ke-17-18 dari berbagai sumber arab dan orientalis. Kemudian masa berikutnya yaitu abad ke-19-20 merupakan masa keemasan para ulama tanah jawa di tanah suci, karena kuantitas mereka yang sangat banyak dan kualitas keilmuan mereka menjadi sandaran ulama tanah suci lainnya. Berikut jaringan ulama tanah jawa di tanah suci yang dimulai sejak abad ke-17 sampai dengan abad ke-20 M.
1). Ulama Tanah Jawa Di Tanah Suci Abad Ke-17
Di dalam buku Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVII, prof. azyumardi azra menyatakan bahwa para perintis ulama tanah jawa di tanah suci dimulai pada abad ke-17. Sebagai perintisnya adalah Nuruddin al-raniri (w. 1068/1658), Abdurrauf al-sinkili (1024-1105/1615-1693), dan Muhammad yusuf bin abdullah abu al-mahasin al-taj al-khalwati al-maqassari (1037-1111/1627-99). Antara al-raniri dan al-sinkili mempunyai kedekatan hubungan Karena mereka bersahabat dan belajar bersama dengan, antara lain, al-qusyasyi dan al-kurani. Sedang al-maqassari dengan al-raniri mempunyai hubungan guru dan murid, serta ia juga belajar kepada gurunya al-raniri.
2. Ulama tanah jawa di tanah suci abad ke-18 M
Memasuki abad ke-18, jaringan ulama tanah jawa di tanah suci dilanjutkan oleh para tokoh yang banyak mempunyai pengaruh baik di tanah jawa maupun di tanah suci. Nama mereka juga dikenal oleh para ulama tanah suci dan banyak terdaftar di buku-buku biografi tokoh arab. Ulama melayu (jawa) yang terlibat dalam jaringan ulama abad ke-18 itu, mempunyai hubungan dan koneksi yang dapat dilacak dengan jaringan ulama pada masa sebelumnya. Mereka memang tidak mempunyai hubungan langsung guru-murid dengan para perintis melayu-indonesia, yaitu Al-Raniri, Al-Sinkili dan Al-Maqassari, tetapi guru-guru mereka di makkah dan madinah termasuk tokoh-tokoh terkemuka dari jaringan ulama pada masa mereka. guru-guru itu mempunyai hubungan langsung dengan para ulama sebelumnya, dengan siapa ketiga ulama jawi abad ke-17 juga berkaitan. Lebih-lebih lagi, para ulama melayu-indonesia pada abad ke-18 tahu benar tentang ajaran-ajaran ketiga perintis tersebut, dan mereka menjalin hubungan intelektual dengan mereka dengan jalan mengacu pada karya-karya mereka.
 Diantara ulama tanah jawa yang meneruskan jaringan ulama di tanah suci adalah Muhammad Arsyad Al-Banjari, Syaikh Abdus Samad Al-Falambani, Abdul Wahab Bugis, dan Syaikh Abdurrahman Al-Mashri. Keempat sahabat ini dikenal dengan sebutan Empat Serangkai Dari Jawa.
Hal ini dikuatkan oleh azyumardi azra, dia mengatakan : “Ada beberapa ulama utama melayu-indonesia yang berasal dari berbagai wilayah dan kelompok etnis di nusantara pad periode abad ke-18 hingga awal abad ke-19. Sebagaian mereka datang dari wilayah Palembang di Sumatera Selatan. Yang paling penting di antara mereka adalah Syihab Al-Din Ibn Abdulllah Muhammad, Kemas Fakhr Al-Din, Abdusshamad Al-Palimbani, Kemas Muhammad Ibn Ahmad, Dan Muhammad Muhyiddin Bin Syihabuddin. Selanjutnya adalah Muhammad Arsyad Al-Banjari dan Muhammad Nafis Al-Banjari Dari Kalimantan Selatan, Abdulwahhab Al-Bugisi dari Sulawesi, dan Abdurrahman Al-Mashri Al-Batawi dari Jakarta, Dan Dawud Ibn Abdulllah Al-Fatani Dai Wilayah Patani, Thailand Selatan. Meski informasi mengenai sebagian di antara para ulama ini sangat minim, karier dan ajaran mereka menjelaskan bahwa mereka terlibat baik secara sosial maupun intelektual dalam jaringan ulama. Jika digabungkan, mereka merupakan para ulama paling penting di nusantara pada abad ke-18.
3). Ulama tanah jawa di tanah suci abad ke-19-20 M
Memasuki penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20, semakin banyak ulama tanah jawa yang menuntut ilmu di tanah suci. Informasi tentang biografi mereka lebih banyak dan tercatat dengan cukup detail di dalam kitab-kitab sanad dan buku-buku biografi arab.  Dan banyak dari mereka yang setelah mendapat ijazah (sertifikasi), mereka mengajar di masjidil haram. hal tersebut secara tidak langsung, menjadikan peran mereka di tanah suci sebagai penerus jaringan ulama tanah jawa yang telah dirintis pada oleh para ulama tanah jawa sebelumnya.
Mungkin boleh dikatakan bahwa pada masa tersebut adalah masa keemasan ulama tanah jawa di tanah suci, karena kuantitas /jumlah mereka yang begitu banyak, disertai kualitas keluasan ilmu mereka yang melahirkan ribuan ulama besar dan ratusan karya tulis sebagai sumbangsih perkembangan intelektual di tanah suci. Keadaan seperti ini tidak ada pada masa sebelum dan sesudahnya. setidaknya ada beberapa data yang membantu analisa dalam mengungkap para ulama tanah jawa yang menjadi guru besar / ulama tanah suci, masjidil haram, seperti buku Siyar Wa Tarajim Ba’dli Ulamaina Fi Alqorni Alrobi’ ‘Asyar Li Alhijrah, Mausu’ah A’lam Al-Qorn Al-Rabi’ ‘Asyar Wa Al-Khomis ‘Asyar Al-Hijri Fi Al-‘Alam Al-‘Arabi Wa Al-Islami, Natsr Al-Jawahir Fi Ulama Al-Qorn Al-Rabi’ ‘asyar,  A’lamul makkiyin Min Al-Qorn Al-Tasi’ Ila Al-Qorn Al-Robi’ Asyara Al-Hijri, Al-Mubtada Wa Al-Khabar Li Ulama Fi Al-Qorn Al-Rabi’ ‘Asyar Wa Ba’dli Talamidzihim, Al-Dlou Al-Lami’ Li Ahli Alqorni Altasi’, Al-A’lam Qomus Tarajim Li Asyhar Al-Rijal Wa Al-Nisa’ Min Al-‘Arab Wa Al-Almusta’ribin Wa Al-Mustasyriqin, Fahros Al-Faharis Wa Al-Astbat Wa Mu’jam Al-Ma’ajim Wa Al-Masyihot Wa Al-Musalsala, Faidl Al-Malik Al-Wahhab Al-Muta’ali Bi Anba’ Awail Al-Qorn Al-Tsalis ‘Asyar Wa Al-Tawali, Akhbar Makkah Fi Qodim Al-Dahr Wa Hadisihi, dan kitab-kitab lainnya.
Berikut para penerus jaringan ulama tanah jawa di tanah suci pada abad ke-19-20 M:
1.      Muhammad Mahfud Al-Tarmasi Al-Jawi Al-Makki (1285-1338 H/ 1889-1920 M)
2.      Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani Ibn Umar Ibn Ali Ibn ‘Arabi Al-Syafi’i Al-Makki (1230-1314 H)
3.      Abdul Haq Al-Jawi Al-makki (1285-1324 H / 1869—1907 M)
4.      Arsyad Ibn As’ad Ibn Mushthofa Ibn As’ad Al-Thowil Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki (1255-1353 H/ 1840-1935 M).
5.      Muhammad Arif Ibn Muhammad Wasi’ Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki Al-Syafi’i (1285-1348 H/ 1889-1940 M).
6.      Muhammad Saleh Darat al-jawi (1235 H/1820 M- 1321 H/ 1903 M)
7.      Muhammad Khalil bin Abdul Lathif (lahir 1235 H/1820 M)
8.       Ali Ibn Abdullah Ibn Mahmud Ibn Muhammad Arsyad Ibn Abdullah Al-Banjari Al-Indonisiy Al-Makki Al-Syafi’i (1285-1370 H / 1889-1951 ).
9.      Abu Bakar Ibn Syihab Ibn Abdurrahman Ibn Abdillah Tambusi Al-Jawi Al-Syafi’i (1280-1359 H/ 1864-1940 M).
10.  Utsman Ibn Abdillah Al-Tambusi (….-1369  H/ ….-1950 M).
11.  Muhammad Ahid Ibn Muhammad Idris Ibn Abi Bakar Ibn Tubagus Mushthofa Al-Bakri Al-Bughuri Al-Makki (1302-1372 H / 1885-1953 M).
12.  Baqir Ibn Muhammad Nur Ibn Fadli Ibn Ibrahim Ibn Ahmad Al-Jogjawi Al-Syafi’i Al-Indonisiy Al-Makki (1306-1363 H/ 1889-1944 M).
13.  Muhammad Hasyim Asy’ari Al-Jombani Al-Jawi (1228-1366 H/ 1875-1947 M).
14.  Ahmad Ibn Abdul Lathif Ibn Abdullah Ibn Abdul Aziz Al-Khotib Al-Minakabawi Al-Jawi Al-Makki 1276-1334 H/ 1860-1916 M.
15.  Muhammad Mukhtar Ibn ‘Athorid Al-Bughuri Al-Jawi Al-Batawi Al-Makki Al-Syafi’i (1278-1349 H/ 1862-1931 M).
16.  Ahmad Ibn Ahmad Ibn Sa’ad Ibn Abdurrahman Al-Marzuqi Al-Batawi (1292 – 1353 H/ 1875-1935 M)
17.  Mansur Ibn Abdul Hamid Ibn Muhammad Al-Batawi Al-Jakartawi Al-Syafi’i (1295-1387 H).
18.  Abdul Ghoni Al-Bimawi Aljawi (…-1270 H/ ….-1854 M).
19.  Marzuqi Al-Jawi Al-Syafi’i (…..- 1332 H/ …..-1914 M).
20.  Sholih Ruwah Al-Syafi’i (….-1270 H/ ….-1854)
21.  Baidlowi Ibn Abdul Aziz Ibn Baidlawi Ibn Abdul Lathif Al-Andunisia Al-Lasemi Al-Syafi’i (…- 1390 H/ ….-1970 M).
22.  Ali Ibn Abdul Hamid Ibn Muhammad Ali Kudus Al-Samarani Al-Syafi’i Al-Makki.
23.  Abdul Qodir Al-Mandili Al-Jawi Al-Syafi’i (…. – 1352 H/ ….-1933 M).
24.  Ismail Ibn Abdullah Al-Minakabawi Al-Naqsyabandi Al-Kholidi Al-Jawi ( …. -  1280 H/ ….- 1863 M).
25.  Muhammad Azhari Ibn Ismail Ibn Abdullah Al-Kholidi Al-Minakabawi Al-Makki
26.  Muhammad Nur Ibn Ismail Ibn Muhammad Azhari Ibn Ismail Ibn Abdullah Al-Minakabawi Al-Naqsyabandi Al-Kholidi Al-Jawi (…..-1313 H/ ….-1896) .
27.  Abdullah Ibn Azhari Ibn ‘Asyiq Aldin Muhammad Ibn Shofiyudin Al-‘Alawi Al-Husaini Al-Falambani (1279 – 1357 H/ 1863-1939 M).
28.  Ahmad Nahrawi Al-Jawi (…. – 1346 H/ ….-1927 M).
29.  Muhammad Ibn Umar Sumbawi Al-Jawi Al-Makki.
30.  Muhammad Ibn Abdul Ghoni Ibn Abdurrahman Al-Falambani Al-Jawi
31.  Wahyudin Ibn Abdul Ghoni Ibn Sa’adullah Al-Falambani Al-Syafi’i
32.  Ahmad Ibn Abdul Ghoffar Ibn Abdullah Ibn Muhammad Sambas (1217-1289 H / 1802-1872 M)
33.  Sayyid Muhsin Ali Ibn Abdurrahman Al-Musawa (Pendiri Madrasah Dar Al-‘Ulum Al-Diniyah Di Makkah) ( 1323-1354 H / 1905-1935 M).
34.  Zain Ibn Badawi Al-Sumbawi
35.  Muhsin Al-Sairami Al-Bantani (Serang Banten 1277-1359)
36.  Ali Ibn Abdullah Al-Banjari
37.  Sayyid Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Zai Al-‘Abidin Ibn Husain Ibn Musthofa Al-‘Idrus.
38.  Muhsin Ibn Muhammad Banhasan Al-Surabawi (1316-1366 H)
39.  KH. Abdul Mukhith Ibn Ya’qub Ibn Panji Al-Jawi Al-Makki (Panji, Surabaya)
40.  Hasan Musthofa Garut Al-Jawi,.
41.  Muhammad Syadzili Al-Jawi (1290-…. H/ 1973-…. M),
42.  Ali Ibn Abdul Qodir Kudus Al-Syafi’i (W. 1272 H/ 1855 M).
43.  Syaikh Junaid Al-Jawi
44.  Abdussyakur Ibn Abdul Jalil Al-Jawi
45.  Jami’ Ibn Abdurrasyid Al-Rifa’i Al-Buqisi (1255-1361 H)
46.  Syaikh Al-Sya’ri Ibn Abdurrahman Al-Jawi Al-Makki
47.  Abdul Aziz Ibn Abdul Wahhab Ibn Sholih Al-Bunquri Al-Indonisiy Al-Makki. (1297-1353 H)
48.  As’ad Syamsul Arifin Sitobondo (Makkah, 1897 – situbondo, 4 agustus 1990).
49.  Sulaiman Al-Rasuli (1871-1970 M).
50.  Abdul Karim Amrullah (1879-1945 M)
51.  Syaikh Muhammad Jamil Jambek (1860-1947 M).
52.  Muhammad Yasin Ibn Muhammad Isa Alfadani Al-Makki / Abu Al-Faid Alamuddin (W. 28 Dzul Hijjah Tahun 1410 H/ 1990 M).
53.  Muhammad Mukhtaruddin Ibn Zainal Abidin Al-Falimbani Al-Jawi Al-Makki Al-Syafi’i (W. 1411)
Data diatas merupakan bukti bahwa, abad ke-19-20 M adalah abad keemasan ulama tanah jawa di tanah suci. Mereka banyak melahirkan murid dan karya tulis. Tetapi sangat disayangkan kebanyakan karya mereka, masih berupa manuskrip dan sedikit yang sudah diterbitkan. Diantara ulama tanah jawa di tanah suci yang dikenal dan masyhur dengan banyaknya karya mereka antara lain, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Syaikh Muktar ‘Athorid Al-Bughuri, Syaikh Muhammad Mahfud Al-Tarmasi, Syaikh Khotib Al-Minakabawi, Mansur Ibn Abdul Hamid Ibn Muhammad Al-Batawi, Syaikh Sayyid Muhsin Ali Al-Musawa, Dan Syaikh Muhammad Yasin Al-Padani. Dan nama terakhir adalah ulama tanah jawa terakhir yang berkiprah di tanah suci atau yang menjadi guru besar di masjidil haram. sangat disayangkan, setelah meninggalnya syaikh muhammad yasin al-fadani, belum ada lagi ulama tanah jawa / indonesia yang menjadi ulama tanah suci, yang bersinar namanya di seluruh penjuru alam islami.[6]
Umar abdul jabbar, penulis kitab siar wa tarajim mengatakan, “orang sekarang belum memperoleh apa yang telah mereka dapatkan yaitu ilmu yang melimpah ruah dan luas, terlebih lagi mereka juga berperan dalam melawan kedholiman dan orang-orang yang berbuat dholim dengan sikap teguh dan tegas mereka. merekalah orang-orang yang tidak takut pada celaan orang-orang yang mencela.” [7]
Dari data diatas dapat dibaca bahwa pemikiran para ulama tanah jawa di tanah suci sejak abad ke-17-20 M adalah beraqidah ahlu al-sunnah wa al-jama’ah al-‘asyairoh, dalam bidang fiqih mereka bermadzhab syafi’I, serta tasawuf sunni. Hal ini dikuatkan dengan analisa yang dilakukan oleh mufti syafi’iyah, syaikh sayyid ahmad zaini dahlan, ia mengatakan bahwa, Sekitar abad ke-19, madzhab syafi’I adalah madzhab yang paling berpengaruh dan tersebar di jazirah arabia. Dan daerah hijaz adalah pusatnya. Bahkan mayoritas para ulama dan pencari ilmu adalah bermadzhab syafi’i.”[8]
Begitu juga, jaringan ulama tanah jawa di tanah suci yang sudah dimulai sejak abad ke-17 sampai dengan abad ke-20 adalah bukti bahwa tanah jawa (indonesia) mampu melahirkan tokoh-tokoh hebat yang berperan besar dalam perkembangan intelektual di dunia islam dan penyebaran agama islam di berbagai belahan dunia. Hari ini mungkin belum ada ulama indonesia seperti mereka, tetapi sebagai ungkapan optimisme, tidaklah mustahil akan terlahir kembali dari rahim indonesia para ulama besar yang mampu melanjutkan jaringan ulama tanah jawa di tanah suci.  
Demikian penelitian tentang jaringan ulama tanah jawa di tanah suci dari abad ke17-20 M yang dapat saya tuliskan. Tetapi dalam penulisan ini, banyak footnote yang tidak saya tuliskan karena beberapa alasan, tapi insyaallah dalam waktu dekat akan diperbarui dan disertai dengan biografi para ulama yang disebut diatas. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi umat islam, dan hanya doa yang kami harapkan suapay kami dapat terus menulis dalam upaya melanjutkan tradisi intelektual para ulama islam. Amin
Goresan Tinta Al-Faqir Ila Rahmati Robbihi Al-Ghoniy Dzul Kifli Amnan Al-Syarafani Al-Qudsyi
Bekasi, 17/09/2013


[1] ahmad mansur suryanegara, Api sejarah 1(Bandung: penerbit salamadani. Cet. V. 2012). Hal. 2
[2] Prof. Azyumardi Azra, PH.D.,M.phil., M.A., CBE, jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara abad XVII & XVIII (Jakarta : Prenada Media group. Cet.I. 2013). Hal.19-20
[3] Ibid. hal. 23
[4] Ibid. hal. 39
[5] Prof. Azyumardi Azra, PH.D.,M.Phil., M.A., CBE, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII (Jakarta : Prenada Media Group. Cet.I. 2013). Hal. 50-51
[7] Umar abdul jabbar, Siyar wa tarajim ba’dl ‘ulamaina fi al-qorn al-rabi’ ‘asyar li al-hijrah. (Jeddah: tihama. Cet. III. 1982). Hal.9
[8]Ahmad zaini dahlan, Khulashoh Al-Kalam Fi Bayan Umara Al-Balad Al-Haram. (Beirut: dar al-saqi. Cet. I. 1993). Hal. 83
Powered By Blogger