Sabtu, 19 April 2014

Menikmati Ujian



Menikmati Ujian
Manusia dikatakan sebagai mahluk karena ia adalah ciptaan, yang berarti ia memiliki pencipta. Karena tidak ada ciptaan tanpa adanya pencipta. Dan pencipta seluruh mahluk adalah Allah swt.
Dan tidaklah Allah menciptakan mahluk tanpa ada tujuan. Penciptaan mahluk; jin dan manusia mempunyai tujuan yaitu agar mereka beribadah kepada Allah swt. Beribadah dalam arti tunduk dan pasrah atas segala peraturan yang telah ditetapkan-Nya baik berupa perintah ataupun larangan. Sebagaimana firman Allah SWT:
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu”. (QS. Al-Dzariyat)
Di samping itu, sebagai bentuk rahmat Allah kepada hambaNya, Allah menjanjikan syurga kepada hambaNya yang mau beribadah kepadaNya. Tetapi untuk mendapatkan syurga dengan ibadah tidaklah mudah, karena Allah akan memberikan ujian kepada setiap hambaNya; untuk membedakan antara yang shalih (baik) dengan yang thalih (jahat), antara yang beriman dengan yang kafir. Sebagaimana firman Allah :
ليبلوكم أيكم أحسن عملا
“Untuk menguji kalian, manakah diantara kalian yang memiliki amalan terbaik”.
Secara umum ujian yang diberikan Allah terbagi menjadi dua:
Pertama, ujian kenikmatan. Kenikmatan yang dimaksud disini adalah kenikmatan dunia; seperti harta kekayaan, emas permata, mutiara, kendaraan mewah, rumah, anak-anak, istri, jabatan yang tinggi, ladang yang luas, bisnis, waktu lapang, kesehatan dan lainnya. Pada hakikatnya, itu semua merupakan bentuk ujian dari Allah. Karenannya dalam menghadapi ujian ini terdapat dua model manusia yaitu
Golongan pertama, manusia yang terlena dengan kenikmatan dunia sehingga itu lupa akan hakikat tujuan utama ia berada di dunia. Ia menganggap kekayaan dan kenikmatan yang ia dapatkan merupakan hasil jerih usahanya sendiri tanpa ada peran Allah SWT yang memberi itu semua. Karenanya ia menganggap materi adalah tujuan dan menjadi ‘Tuhannya’ dalam mengbdikan seluruh hidup dan waktunya. Ia terlena, hingga melupakan ibadah kepada Allah, tidak lagi shalat, puasa, zakat dan melakukan ibadah lainnya, ia lupa bahwa Allah lah yang memberinya segala kenikmatan, ia lupa bahwa semua kenikmatan itu hanyalah ujian. Sehingga ia pun lebih memilih kenikmatan yang semu, kenikmatan yang sementara daripada kenikmatan di syurga yang kekal dan abadi. Oleh karena itu, Allah mengingatkan orang yang beriman supaya tidak terlena dengan kenikmatan, sebagaimana firmanNya.
ياأيها الذين أمنوا لا تلهكم أموالكم ولا أولادكم عن ذكر الله ومن يفعل ذلك فأولئك هم الخاسرون
Wahai orang-orang beriman, janganlah harta dan anak-anak kalian melenakanmu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa melakukan itu (terlena dari mengingat Allah), maka mereka itulah orang-orang yang rugi” (QS. Al-Taghabun )
Seperti kisah qarun, ketika ia masih miskin, ia rajin beribadah dan menuntut ilmu kepada nabi Musa AS. Tetapi ujian kenikmatan yang diberikan kepadanya, menjadikannya sebagai orang yang sombong bahkan tidak lagi mengingat Allah. Karenanya Allah pun menenggelamkan dirinya dan harta-hartanya ke dalam perut bumi. Na’udzu billah min dzalik.
Golongan kedua, mereka adalah orang yang bersyukur atas segala kenikmatan. Ia meyakini bahwa apa yang diberikan, merupakan karunia rizki dan rahmat Allah, oleh karena itu ia bersyukur dengan menjadikan segala kenikmatana dunia sebagai sarana untuk beribadah, mentaati dan mendekatkan diri kepada Allah. Dunia hanya di genggaman tangan sedang hatinya disibukkan dengan urusan ukhrawi mengingat Allah. Ia meyakini bahwa harta hanyalah barang titipan yang harus ia tunaikan haknya dengan infak, zakat, dan shadaqah. Bahkan semakin banyak yang ia peroleh,  semakin banyak ia bersyukur, karena ia yakin dengan tambahan nikmat yang akan ia peroleh jika terus bersyukur. Sebagaimana firman Allah
 لئن شكرتم لأزيدنكم ولئن كفرتم إن عذابي لشديد
Dan jika kalian bersyukur, pasti aku akan menambahkan ‘nikmat’ kepada kalian, dan jika kalian mengingkari ‘nikmatKu’, sesungguhnya adzabKu sangatlah pedih”.
Kedua, ujian kesusahan. Ujian kesusahan bisa berupa kekurangan harta benda, kemiskinan, meninggalnya keluarga, tertimpa musibah, kelaparan, kekeringan, kebanjiran, peperangan, kerugian usaha dan lain sebagainya. Hal ini sudah dijelaskan Allah dalam firmanNya:
ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع نقص من الأموال والأنفس والثمرات وبشر الصابرين ، الذين إذا أصابتهم مصيبة قالوا إنا لله وإنا إليه راجعون
dan parti kami akan menguji kalian dengan sesuatu; baik berupa ketakutan, kelaparan, kekurangan harta benda, kematian, dan kekurangan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira bagi orang orang yang sabar; yaitu orang-orang yang ketika ditimpa musibah, mereka mengatakan sesungguhnya kami milik Allah dan sesungguhnya kami kepadaNya akan kembali”. (QS. Al-Baqarah )
Ayat tersebut menjelaskan bahwa ujian kesusahan adalah sesuatu yang pasti. Setiap orang akan merasakannya. Dan solusi dari itu semua adalah bersabar dan ridha atas segala ketentuan yang telah ditetapkan Allah SWT, dengan berkeyakinan bahwa apa yang ditentukan Allah kepada hambaNya adalah yang terbaik untuknya.
Intinya, ujian itu ada dua; kenikmatan dan kesusahan. Dan bagi seorang mukmin, keduanya merupakan sesuatu yang baik, bahkan merupakan sumber pahala. Jika diuji dengan kenikamatan dan dilapangkan dunia untuknya ia bersyukur dengan menambah ketaatan dan ibadah kepada Allah. Sebaliknya, jika diuji dengan kesusahan, ia bersabar atas itu semua dan ridha akan ketetapan Allah sehingga hal tersebut tidak membuatnya berputus asa dari rahmat-Nya dan tidak mengingkari nikmat-Nya. Karenanya, syukur dan sabar adalah cara untuk menikmati ujian Allah SWT. Sebagaimana disabdakan Rasulullah saw:
عن عبد الرحمن بن أبي ليلى، عن صهيب، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «عجبا لأمر المؤمن، إن أمره كله خير، وليس ذاك لأحد إلا للمؤمن، إن أصابته سراء شكر، فكان خيرا له، وإن أصابته ضراء، صبر فكان خيرا له»
Dari abdurrahman bin abi laila, dari shuhaib berkata, Rasulullah saw bersabda: “Aku heran pada perkara seorang mukmin, dan tidak ada seperti itu kecuali hanya bagi orang mukmin; jika diberi kenikmatan (kesenangan) ia bersyukur, dan itu menjadi kebaikan baginay. Dan jika ditimpa musibah, ia bersabar, dan itupun menjadi kebaikan baginya.”. (HR. Muslim)[1]
Semoga Allah SWT berkenan menjadikan kita semua sebagai hamba-Nya yang senantiasa bersyukur dan bersabar. Sehingga dengan rahmatNya, Allah berkenan memasukkan kita semua ke dalam syurgaNya yang kekal dan abadi. wallahu al-muwaffiq ila aqwami al-thariq, wa shallallahu ‘ala sayyidina muhammad alfa alfi shalatin wa salamin walhamdulillahi rabbi al-‘alamin.
Semoga Bermanfaat

Penulis: Al-faqir ila ridha rabbihi wa aqallu al-wara fi ardli al-jawa wa la syai’a lahu fi al-haqiqah dzulkifli amnan al-syarafani al-qudsyi al-jawi
Setelah adzan zhuhur, Bekasi, Ahad 20 April 2014.


[1] Muslim bin al-Hajjaj abu al-hasan al-qusyairi al-Naisaburi (w. 261H), Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya’ al-Turats al-‘Arabi. ) hal. 4/2295. No. 2999.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger