Rabu, 02 April 2014

Sang Pemimpin



SANG PEMIMPIN
Islam adalah agama yang mengatur segala hal ihwal manusia. Baik hubungan manusia kepada Allah (hablun minallah) ataupun hubungan manusia kepada sesama manusia (hablun mina al-nas). Seabagai mahluk sosial, manusia memerlukan orang lain untuk menjalani hidup. Dan dalam mebentuk suatu kelompok diperlukan adannya pemimmpin yang mampu memimpin dengan baik sehingga ada yang mempertanggungjawabkan dan memberi arahan dalam kelompok tersebut.
Di dalam Islam, kepemimpinan adalah sesuatu yang penting. Karenanya Allah menisbahkan ketaatan kepada pemimpin setelah kewajiban mentaati Allah dan rasulNya, sebagaimana firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (QS. An-Nisa: 59)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa mentaati pemimpin adalah kewajiban selama tidak untuk mendurhakai dan bermaksiat kepada Allah. Begitu juga, mendurhakai pemimpin yang mentaati Allah dan rasulNya berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan rasulNya.
Jabatan kepemimpinan menurut Islam adalah sesuatu yang berat. Ia bukalah sarana untuk menumpuk kekayaan, harta benda, tetapi kepemimpinan adalah amanah yang akan dimintai pertanggung jawabannya baik di dunia dan di akhirat.  Sebagaimana Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda,
أن عبد الله بن عمر، يقول: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «كلكم راع، وكلكم مسئول عن رعيته، الإمام راع ومسئول عن رعيته،
“Setiap kalian  adalah  pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam  adalah pemimpin, dan akan dimintai akan pertanggung jawabannya (tentang rakyatnya)”. (HR. Imam Bukhari)[1]
 Meskipun kepemimpinan itu berat, tetapi dilihat dari zhahirnya jabatan itu menyenangkan dan menggiurkan. Menurut Imam Ghazali, secara zhahir, kekuasaan dan jabatan kepemimpinan lebih menggoda karena jabatan digunakan sebagai alat untuk menumpuk kekayaan, memperoleh popuritas dan mempengaruhi. Karenanya, manusia sangat berhasrat untuk memperebutkan kekuasaan kepemimpinan. Dan sesungguhnya hal tersebut, telah Rasulullah saw kabarkan,
وَعَنْ أبي هريرة - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
“Sesungguhnya kalian akan menjadi rakus kepada jabatan kepemimpinan, dan akan menyesal kelak di hari kiamat”. (HR. Imam Bukhari)[2]
Meskipun demikian, betapa banyak orang yang berambisi dan berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin. Dan yang patut ditanyakan, apakah mereka sudah  mengetahui akibat yang akan mereka dapatkan kalau sudah menjadi pemimpin?.
Di dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah yang sangat berat. karenanya konsekuensinya juga berat. maka pemimpin yang mampu memimpin dengan adil, melayani rakyatnya dengan baik dan tidak berlaku zhalim, sungguh Allah telah menjanjikan bagi mereka syafaat kelak di hari kiamat; yaitu naungan di waktu tidak ada naungan kecuali nangaun dari Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,
عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " سبعة يظلهم الله في ظله، يوم لا ظل إلا ظله: الإمام العادل
 “Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungan dariNya,( diantaranya) pemimpin yang adil…”(HR. Imam Bukhari)[3]
Begitu juga hadis yang diriwayatkan Imam Nawawi di dalam riyadh al-Shalihin,
قَالَ: أَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلَاثَةٌ: إِمَّام مُقْسِطٌ
“Penduduk syurga ada tiga, (diantaranya) pemimpin yang berbuat adil…” (HR. Imam Muslim)[4]
Tetapi sebaliknya, ketika pemimpin tidak mampu berbuat adil, tidak mampu melayani rakyatnya dengan baik, atau bahkan berbuat zhalim kepada rakyatnya, maka Allah mengharamkan aroma syurga baginay, artinya Allah tidak akan memasukkannya ke dalam syurgaNya tetapi memasukkannya ke dalam neraka. Sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam al-Thabrani dengan sanad yang shahih,
وَأَخْرَجَ الطَّبَرَانِيُّ وَالْبَزَّارُ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ مِنْ حَدِيثِ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ بِلَفْظِ: «أَوَّلُهَا مَلَامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إلَّا مَنْ عَدَلَ»
“Jabatan kepemimpinan pada awalnya adalah kesalahan, yang kedua penyesalan dan yang ketiga pada hari kiamat adalah siksaan, kecuali bagi orang yang adil.”
 Hal ini juga dikuatkan dalam hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id, Rasulullah saw bersabda,
عن أبي سعيد قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن أحب الناس إلى الله يوم القيامة وأدناهم منه مجلسا إمام عادل، وأبغض الناس إلى الله وأبعدهم منه مجلسا إمام جائر»
“sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah dan orang yang paling dekat majlisnya kepadaNya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, (sebaliknya) orang yang paling dibenci dan jauh majlisnya dari Allah adalah pemimpin yang zhalim”.
Pada hakikatnya pemimpin kita adalah pilihan Allah sesuai dengan kondisi kita. Dalam artian, kalau kita menjadikan diri kita sebagai orang shalih, maka Allah akan memberikan pemimpin yang shalih untuk kita. Sebaliknya ketika kita banyak bermaksiat kepada Allah, melupakan Allah, maka Allah akan menjadikan ahli maksiat sebagai pemimpin kita, na’udzu billah min dzalik. Karena itu, marilah kita bertaubat kepada Allah, dengan senantiasa mentaati Allah dan rasulNya, mengamalkan ajaranNya dan menjauhkan diri kita dari segala maksiat dan larangan Allah swt. dengan mentati Allah dan menshalihkan pribadi diri, kita berharap agar Allah berkenan dengan rahmatNya memberikan pemimpin yang shalih dan adil untuk kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin
SEMOGA BERMANFAAT
By : al-Faqir al-Raji ila Ridla Rabbihi Allah Rabbi al-Izzati Dzul Kifli Amnan al-Syarafani al-Qudsy
Bekasi, 03 April 2014





[1] Imam Bukhari,Shahih al-Bukhari,  (Dar Thuq al-Najah, cet. I. 1422). H. 2/5. No. 893
[2] Imam Bukhari, Shahih al-Bukhari, Op.cit., h. 9/63. No. 7148
[3] Ibid., h. 1/133. No. 660
[4] Imam Nawawi, Riyadh al-Shalihin, (Beirut: dar al-Fikr. 1994). H. 141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger