Sabtu, 18 Januari 2014

PARA PECINTA (Muwâshafât Ashhâbi al-Musthafa)



PARA PECINTA
(Muwâshafât Ashhâbi al-Musthafa)

مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”. (Qs. Al-Fath: 29)
Lahirnya nabi muhammad saw di dunia adalah nikmat yang besar bagi kehidupan. Karunia terindah bagi alam semesta. Bagaimana tidak, karenanya manusia mengenal penciptanya, mengetahui arti hakikat kehidupan, dan mengetahui bahwa kehidupan yang mereka jalani sekarang tidaklah kehidupan sebenarnya, karena yang hakiki adalah di akhirat kelak. Dialah rasululah saw yang telah mengeleluarkan manusia dari lembah kegelapan (al-dhulumat) menuju cahaya ilahi (al-nur) sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya:
رسولا يَتْلُوا عَلَيْكُمْ آياتِ اللَّهِ أي القرآن مُبَيِّناتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ مِنَ الظُّلُماتِ إِلَى النُّورِ
“(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.” (Qs. Al-Thalaq : 11)
Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki (Sayyid ‘Ulama Al-Hijjaz) menerangkan, dialah Rasululullah saw yang telah mengeluarkan manusia dari kegelapan kekufuran kepada cahaya keimanan, dari kegelapan syubhat kepada cahaya terang (hujjah), dari kegelapan kebodohan (jahiliyah) kepada cahaya ilmu.[1]
Karena itulah, sebagai bentuk rasa syukur atas karunia besar tersebut, layak bagi setiap muslim untuk mengikuti dan meneladani baginda rasulullah saw. Mengenai hal tersebut, Allah swt telah menjelaskan bagaimana seseorang dapat menjadi pecinta (pengikut sejati) rasulullah saw di dalam surat al-fath ayat ke-29, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan,
Pertama, Asyiddâu ‘Ala al-Kuffâr, yaitu bersikap tegas kepada orang-orang kafir. Seorang muslim ketika mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw, maka ia harus tegas berkomitmen dalam menjaga prinsip-prinsip keimanan. tidak mengadopsi aturan orang-orang kafir, apalagi menyembah apa yang mereka sembah. Hal ini seperti yang dicontohkan rasulullah saw, sebagaimana yang diriwayatkan imam thabari dan imam ibnu katsir serta ulama lainnya, bahwa sekelompok pembesar kafir Quraisy, di dalamnya terdapat al-walid ibn al-mughirah dan al-‘ash ibn wail, mendatangi Rasulullah saw dengan tujuan memberikannya harta sehingga menjadi orang yang paling kaya, menikahkannya dengan gadis yang paling cantik diantara mereka supaya tidak lagi menghinakan sesembahan dan patung-patung mereka. tetapi rasululullah saw menolak itu semua dan memilih untuk melanjutkan dakwah menyeru kepada kebenaran yang telah diturunkan kepadanya. Karena itu, mereka pun menawarinya kembali seraya mengatakan, kalau begitu sembahlah tuhan kami sehari, dan kami menyembah tuhanmu sehari. Dengan tegas Rasulullah saw dengan wahya yaang diturunkan kepadanya,
 “Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah,  dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah, untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."(QS. Al-Kafirun : 1-6)[2]
Demikianlah contoh ketegasan Rasulullah saw terhadap orang-orang kafir dalam menjaga keimanan dan berdakwah menyeru kepada Allah swt.
Kedua, Ruhamâu Bainahum, berkasih sayang kepada sesama muslim. ketika seorang muslim mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw maka ia harus berlaku lemah lembut dan berkasih sayang kepada saudaranya sesama muslim. sebagaimana halnya yang ditunjukkan oleh kaum anshar kepada kaum muhajirin. Tidaklah yang mereka lakukan karena hubungan darah keturunan, tetapi itu semua dilakukan karena ikatan akidah dan keimanan kepada Allah swt. betapa indahnya islam mengajarkan berkasih sayang terhadap sesama muslim, sebagaimana firman Allah swt, “sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”. (Qs. Al-Hujurat : 10). Hal ini juga dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw,
مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر
Perumpamaan orang-orang beriman dalam mencintai dan saling berkasih-sayang seperti satu tubuh, apabila ada satu anggota tubuh yang mengadu sakit, maka anggota tubuh lainnya juga merasakan sakit yang sama”.
وقال أيضا : المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
Seorang mukmin yang satu dengan lainnya seperti bangunan yang menguatkan satu dengan yang lain”
Bahkan Rasulullah saw dengan tegas mengatakan bahwa seorang muslim yang tidak berkasih sayang dan mencintai muslim lainnya maka ia bukanlah termasuk orang yang beriman. Sebagaiman sabda Rasulullah saw,
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
Tidak beriman salah seorang dari kalina sehingga ia mencintai saudaranya (muslim) sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”.

Ketiga, Tazkiyah al-Nafs, seorang muslim yang mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw, maka ia dituntut untuk senantiasa mensucikan hatinya dengan memperbanyak ibadah kepada Allah. Hal ini sebagaimana isyarat dari firman Allah, “Kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya” (QS. Al-Fath: 29).
Seandainya kalau kita membandingkan ibadah Rasulullah saw dengan ibadah kita, maka kita akan bergumam bahwa ibadah yang kita lakukan belumlah seberapa dengan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya, dijamin syurga oleh Allah, bahkan ialah yang akan memberi syafat kepada umat manusia di hari kiamat dan orang yang membuka pintu syurga. Seperti yang diriwayatkan oleh ummul mukminin sayyidah ‘Aisyah, menceritakan bahwa Rasulullah SAW mendirikan shalat malam sampai kakinya membengkak (sangking lamanya beliau berdiri), ia pun bertanya, duhai Rasulullah Saw, kenapa anda melakukannya, padahal Allah telah mengampuni dosamu baik yang telah lalu maupun yang akan terjadi. Rasulullah saw pun menjawab, tidak boleh aku melakukannya karena rasa cintaku untuk menjadi hamba yang banyak bersyukur.
Dalam sebuah riwayat, bahwa Rasulullah saw setiap hari beristighfar sebanyak tujuh puluh kali, riwayat lain mengatakan seratus kali.[3]
Inilah sebagian gambaran betapa perhatiannya Rasulullah saw terhadap masalah hati (Tazkiyah al-Nafs). Bahkan banyak sekali di dalam hadis yang menjelaskan mujahadah Rasulullah saw dalam beribadah kepada Allah swt. Karena itu layak bagi kita untuk meneladani Rasulullah saw dalam bermujahadah mensucikan hati dengan memperbanyak ibadah kepada Allah. Diriwayatkan imam Muslim, seperti yang ditulis oleh imam ibnu hajar al-asqalani dalam kitab Bulûgh al-Marâm, Bab Shalat Al-Tathowwu’, bahwa seorang sahabat, Rabi’ah Ibn Ka’ab al-Aslami menginap di rumah Nabi Muhammad saw dan membawakan air wudlu untuknya. Rasulullah saw berkata kepadanya, mintalah kepadaku!, ia pun menjawab, saya meminta agar menjadi temanmu di syurga. Kata Rasulullah saw, adakah permintaan lainnya?!. Jawabnya, hanya itu. Rasulullah saw berkata, kalau begitu perbanyaklah bersujud.”.[4] maksudnya, memperbanyak sholat sunnah.
Demikian tiga hal yang menjadi tuntutan bagi setiap muslim yang mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw. Ketika ia mampu melakukan hal tersebut, maka jaminan bagi para pecinta adalah syurga. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam menutup surat al-fath,
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Al-Fath : 29)
Bahkan karena cintanya kepada umatnya, Rasulullah saw menjamin bagi mereka syurga di akhirat. Sebagaimana sabda rasulullah saw,
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أبي". قيل ومن يأبى يا رسول الله؟ قال:"من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أبي" رواه البخاري.
Abu hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw bersabda, “setiap umatku akan masuk syurga kecuali yang tidak mau. Para sahabat heran dan bertanya, wahai rasulullah saw siapakah orang yang tidak mau masuk syurga?!. Ia berkata, orang yang mentaatiku maka ia masuk syurga, tetapi orang yang mendurhakaiku (tidak mentaatiku) maka sungguh ia tidak mau (masuk syurga).” (HR. Imam Bukhari)[5]
Inilah janji Allah dan Rasul-Nya bagi para pecinta yaitu syurga yang seluas langit dan bumi, syurga yang penuh dengan kenikmatan dan abadi. Dan janji Allah adalah pasti. Wallahu A’lam Bi Al-Shawab. Wa Shollallahu Alaihi Wa Sallam Alfa Alfi Sholatin Wa Salamin.
Al-Faqir Ila Ridha Rabbihi Wa Al-Muhib Ila Habibihi Al-Mushthafa Saw, Dzulkifli Amnan Al-Syarafani Al-Qudsyi
Bekasi, 18 Januari 2014 ba’da Maghrib menjelang Isya’.
SEMOGA BERMANFAAT











[1] Syaikh Nawawi Al-Bantani, Marah Labid Li Kasyfi Ma’na Al-Qur’an Al-Majid. (Beirut : Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah. Cet. I. 1417 H). Hal. 2/538
[2] Syaikh Ramadhan Al-Buthi, Fiqh Al-Sirah Al-Nabawiyah. ( Mesir: Dar Al-Salam. Cet. 19. 2008). Hal. 81
[3] Lihat riyadh al-shalihin
[4] Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulugh Al-Maram Min Adillah Al-Ahkam. (Riyadl : Dar Athlas. Cet. III. 2000). Hal. 1/95
[5] Imam Nawawi, Riyadl Al-Shalihin. (Beirut: Dar Al-Risalah. Cet. III. 1998.). Hal. 1/84

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger