SANG PEMIMPIN
Islam adalah agama yang mengatur segala hal ihwal manusia. Baik
hubungan manusia kepada Allah (hablun minallah) ataupun hubungan manusia
kepada sesama manusia (hablun mina al-nas). Seabagai mahluk sosial,
manusia memerlukan orang lain untuk menjalani hidup. Dan dalam mebentuk suatu
kelompok diperlukan adannya pemimmpin yang mampu memimpin dengan baik sehingga
ada yang mempertanggungjawabkan dan memberi arahan dalam kelompok tersebut.
Di dalam Islam, kepemimpinan adalah sesuatu yang penting. Karenanya
Allah menisbahkan ketaatan kepada pemimpin setelah kewajiban mentaati Allah dan
rasulNya, sebagaimana firman Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي
الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu”. (QS. An-Nisa: 59)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa mentaati pemimpin adalah kewajiban
selama tidak untuk mendurhakai dan bermaksiat kepada Allah. Begitu juga,
mendurhakai pemimpin yang mentaati Allah dan rasulNya berarti ia telah
bermaksiat kepada Allah dan rasulNya.
Jabatan kepemimpinan menurut Islam adalah sesuatu yang berat. Ia bukalah
sarana untuk menumpuk kekayaan, harta benda, tetapi kepemimpinan adalah amanah
yang akan dimintai pertanggung jawabannya baik di dunia dan di akhirat. Sebagaimana Imam Bukhari meriwayatkan dari
Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda,
أن عبد
الله بن عمر، يقول: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: «كلكم راع، وكلكم
مسئول عن رعيته، الإمام راع ومسئول عن رعيته،
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawabannya. Seorang imam
adalah pemimpin, dan akan dimintai akan pertanggung jawabannya (tentang
rakyatnya)”. (HR. Imam Bukhari)[1]
Meskipun
kepemimpinan itu berat, tetapi dilihat dari zhahirnya jabatan itu menyenangkan
dan menggiurkan. Menurut Imam Ghazali, secara zhahir, kekuasaan dan jabatan kepemimpinan
lebih menggoda karena jabatan digunakan sebagai alat untuk menumpuk kekayaan,
memperoleh popuritas dan mempengaruhi. Karenanya, manusia sangat berhasrat
untuk memperebutkan kekuasaan kepemimpinan. Dan sesungguhnya hal tersebut,
telah Rasulullah saw kabarkan,
وَعَنْ
أبي هريرة - رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَى عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «إنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى
الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ، رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ.
“Sesungguhnya kalian akan menjadi rakus kepada
jabatan kepemimpinan, dan akan menyesal kelak di hari kiamat”. (HR. Imam
Bukhari)[2]
Meskipun demikian, betapa banyak orang yang berambisi dan
berlomba-lomba untuk menjadi pemimpin. Dan yang patut ditanyakan, apakah mereka
sudah mengetahui akibat yang akan mereka
dapatkan kalau sudah menjadi pemimpin?.
Di dalam Islam,
kepemimpinan adalah amanah yang sangat berat. karenanya konsekuensinya juga
berat. maka pemimpin yang mampu memimpin dengan adil, melayani rakyatnya dengan
baik dan tidak berlaku zhalim, sungguh Allah telah menjanjikan bagi mereka
syafaat kelak di hari kiamat; yaitu naungan di waktu tidak ada naungan kecuali
nangaun dari Allah. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,
عن
أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: " سبعة يظلهم الله في ظله، يوم
لا ظل إلا ظله: الإمام العادل
“Tujuh golongan yang akan dinaungi Allah pada hari tidak ada
naungan kecuali naungan dariNya,( diantaranya) pemimpin yang adil…”(HR. Imam
Bukhari)[3]
Begitu juga hadis yang diriwayatkan Imam Nawawi di dalam riyadh
al-Shalihin,
قَالَ:
أَهْلُ الْجَنَّةِ ثَلَاثَةٌ: إِمَّام مُقْسِطٌ
“Penduduk syurga ada tiga, (diantaranya) pemimpin yang berbuat
adil…” (HR. Imam Muslim)[4]
Tetapi sebaliknya, ketika pemimpin tidak mampu berbuat adil, tidak
mampu melayani rakyatnya dengan baik, atau bahkan berbuat zhalim kepada
rakyatnya, maka Allah mengharamkan aroma syurga baginay, artinya Allah tidak
akan memasukkannya ke dalam syurgaNya tetapi memasukkannya ke dalam neraka. Sebagaimana
hadis yang diriwayatkan Imam al-Thabrani dengan sanad yang shahih,
وَأَخْرَجَ
الطَّبَرَانِيُّ وَالْبَزَّارُ بِسَنَدٍ صَحِيحٍ مِنْ حَدِيثِ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ
بِلَفْظِ: «أَوَّلُهَا مَلَامَةٌ، وَثَانِيهَا نَدَامَةٌ، وَثَالِثُهَا عَذَابٌ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ، إلَّا مَنْ عَدَلَ»
“Jabatan kepemimpinan pada awalnya adalah kesalahan, yang kedua
penyesalan dan yang ketiga pada hari kiamat adalah siksaan, kecuali bagi orang
yang adil.”
Hal ini juga dikuatkan dalam
hadis yang diriwayatkan Abu Sa’id, Rasulullah saw bersabda,
عن
أبي سعيد قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «إن أحب الناس إلى الله يوم
القيامة وأدناهم منه مجلسا إمام عادل، وأبغض الناس إلى الله وأبعدهم منه مجلسا
إمام جائر»
“sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah dan orang yang
paling dekat majlisnya kepadaNya pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil,
(sebaliknya) orang yang paling dibenci dan jauh majlisnya dari Allah adalah
pemimpin yang zhalim”.
Pada
hakikatnya pemimpin kita adalah pilihan Allah sesuai dengan kondisi kita. Dalam
artian, kalau kita menjadikan diri kita sebagai orang shalih, maka Allah akan
memberikan pemimpin yang shalih untuk kita. Sebaliknya ketika kita banyak
bermaksiat kepada Allah, melupakan Allah, maka Allah akan menjadikan ahli
maksiat sebagai pemimpin kita, na’udzu billah min dzalik. Karena itu, marilah
kita bertaubat kepada Allah, dengan senantiasa mentaati Allah dan rasulNya,
mengamalkan ajaranNya dan menjauhkan diri kita dari segala maksiat dan larangan
Allah swt. dengan mentati Allah dan menshalihkan pribadi diri, kita berharap
agar Allah berkenan dengan rahmatNya memberikan pemimpin yang shalih dan adil
untuk kita semua. Amin ya rabbal ‘alamin
SEMOGA BERMANFAAT
By : al-Faqir al-Raji ila Ridla Rabbihi Allah Rabbi al-Izzati Dzul
Kifli Amnan al-Syarafani al-Qudsy
Bekasi, 03 April 2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar