RETORIKA DAN DAKWAH
A. MUQODDIMAH
Retorika atau ilmu bicara termasuk salah satu bagian penting dalam
proses komunikasi, bahkan ada ilmunya tersendiri. Sebagai bagian dari seni
bicara, maka patut bagi orang yang sering berbicara di depan khalayak umum untuk
mengetahui apa itu retorika, sehingga apa yang disampaikan dapat menarik dan
memikat orang yang mendengarkan.
Terlebih bagi seorang dai, yang
senantiasa menyampaikan dakwah kepada umatnya, ia perlu mengetahui ilmu ini,
karena ia berbicara bukan hanya untuk didengar semata, tetapi lebih dari itu,
ia berbicara untuk mengajak obyek mad’u kepada jalan Allah, Islam. Karena itu
apa yang disampaikan harus bisa mengambil hati mad’u dan menyentuhnya. Memang
hidayah adalah urusan Allah sedang tugas dai hanya menyampaikan, tetapi
menyampaikan kalau diperindah dengan retorika yang baik niscaya akan memberikan nilai plus dalam
menarik dan menyentuh obyek dakwah.
Untuk lebih mengenal apa itu retorika dan kapan sejarahnya serta apa
hubungannya dengan dakwah, berikut penjelasannya yang penulis ambil dari
berbagai sumber.
B. RETORIKA DALAM ILMU KOMUNIKASI
1. Pengertian Retorika
Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M. A dia dalam bukunya Komunikasi
Teori Dan Praktek mengatakan : “Retorika atau dalam bahasa inggris rhetoric
bersumber dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Cleanth
Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya, Modern Rhetoric,
mendefinisikan retorika sebagai the art of using language effectively
atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Kedua pengertian tersebut
menunjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit : mengenai bicara, dan
pengertian luas: penggunaan bahasa, bisa lisan, dapat juga tulisan. Oleh karena
itu, ada sementara orang yang mengartikan retorika sebagai public speaking
atau pidato di depan umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidak
hanya berarti pidato di depan umum, tetapi juga termasuk seni menulis. Kedua
pengertian atau anggapan tersebut benar sebab kedua-duanya berkisar pada
penggunaan bahasa. Masalahnya ialah bagaimana menggunakan bahasa sebagai
lambang komunikasi itu, apakah komunikasi tatap muka atau komunikasi bermedia.”[1]
Di dalam Wikipedia, retorika diartikan sebagai berikut : “Retorika
(dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik
pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui
karakter pembicara, emosional atau argumen (logo)”[2]
Di
dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan tiga arti retorika, 1
keterampilan berbahasa secara efektif; 2 studi tt pemakaian bahasa secara
efektif dl karang-mengarang; 3 seni berpidato yg muluk-muluk dan bombastis.[3]
2. Sejarah Retorika
Retorika mempunyai sejarah yang panjang, sebagaimana yang
dijelaskan Prof. Onong, dikatakan bahwa retorika dimualai pada abad kelima sebelum
masehi, yaitu dimulai dari suatu kaum yang bernama kaum Sofis yang berada di Yunani.
Diantara tokohnya adalah Georgias (480-370 SM), ia menyatakan bahwa kebenaran
suatu pendapat hanya dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Tetapi
pendapatnya tersebut bertentangan dengan pendapat Protagoras (500-432 SM) dan Socrates
(469-399 sm). Protagoras mengatakan bahwa kemahiran berbicara bukan demi
kemenangan, melainkan demi keindahan bhasa. Sedangkan bagi Socrates, retorika
adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tehniknya karena dengan dialog
kebenaran akan imbul dengan sendirinya. Dari mereka lahir tokoh-tokoh baru
dalam retorika yang kemudian mereka kembangkan seperti Isocrates, Plato,
Demosthenes, dan Aristoteles. Merekalah tokoh retorika di Yunani. Adapun retorika di romawi dikembangkan oleh Marcus
Tulius Cicero (106-43 SM) yang menyatakan bahwa retorika mempunyai dua tujuan
pokok yang bersifat anjuran (suasio) dan penolakan (dissuasio).
Setelah menjelaskan sejarah retorika pada masa Yunani dan Romawi,
Prof. Onong langsung menyebutkan retorika zaman modern pada abad ke-17 M tanpa
melihat sejarah retorika yang terjadi pada masa Islam atau masa ketika
peradaban Islam menguasai dunia. Karena suatu peradaban yang mampu bertahan dalam
masa yang sangat lama bahkan berabad-abad lamanya membuktikan bahwa para tokoh
peradaban tersebut sangat menguasai penguasaan retorika dalam menggerakkan atau
mempengaruhi orang lain. Peradaban Islam yang dibangun setelah diutusnya Nabi Muhammad saw menjadikan dasar pijakannya
adalah wahyu ilahi (al-qur’an dan al-sunnah). Keduanya adalah sumber
pengetahuan yang sangat lengkap, meliputi semua lini kehidupan manusia dan
diantaranya menjelaskan retorika. Begitu juga, bahasa mengalami perkembangan
yang sangat pesat ketika masa daulah abbasiyah di baghdad. Dan lebih spesifik
lagi, bahwa di dalam dunia arab, diajarkan adab arabi sastra arab yang
menjelaskan sejarahnya, perkembangannya dan macam-macamnya yang diantaranya
adalah mengenai retorika.
Setelah menyebutkan sejarah retorika pada masa Yunani dan Romawi,
prof. onong menyebutkan Retorika zaman modern, dimuali abad ke–17 dan dikenal
tokohnya antara lain Oliver Cromwell dan Lord Bollingbroke. Cromwell
berpendapat bahwa dalam melaksanakan retorika :
harus mengulang hal-hal yang penting, harus menyesuaikan diri dengan
sikap lawan, bila perlu tidak menyinggung persolan, harus membiarkan
orang-orang menarik kesimpulan sendiri, dan harus menunggu reaksi. Bollingbroke
mengatakan bahwa bila kekuasaan politik berlandaskan kekuatan fisik, maka
retorika merupakan kekuatan mental. [4]
Selain kedua tokoh tersebut, ada tokoh lainnya seperti Sir Wiston
Churchill yang terkenal karena keberhasilannya dalam menggerakkan bahasa
inggris, yang mula-mula anti perang, untuk melawan NAZI Jerman sehingga
terbangkitlah keberanian rakyat Inggris. Juga ada Adolf Hitler, yang dalam
retorikanya ia mengunggulkan diri sendiri, membusukkan dan menakut-nakuti
lawan, kemudian menghancurkan. Hakikat retorika Hitler adalah senjata psikis
untuk memelihara massa dalam keadaan perbudakan psikis. di prancis abad 20 ada
jean jaures,dan di Amerika Seriakat ada Abraham Lincoln.” Ini yang ditulis oleh
prof. onong.
Saya menyayangkan kenapa dalam sejarah retorika modern Prof. Onong tidak
menyebutkan satu pun tokoh muslim. karena banyak sekali tokoh muslim yang boleh
dikatakan lebih hebat retorikanya daripada tokoh-tokoh barat. Di Indonesia
dikenal para tokoh yang sangat berjasa dalam menggerakkan orang seperti syaikh Muhammad
Haysim Asy’ari pada awal abad 20, ia mampu menggerakkan umat Islam di Indonesia,
khususnya di tanah Jawa untuk bangkit melawan penjajahan, dan sebagai hasilnya
penjajah pun bertekuk lutut dan meninggalkan tanah Jawa. Begitu juga KH. Ahmad Dahlan
yang mampu mempengaruhi massa untuk melawan penjajahan dengan dakwah dan
organisasi yang didirikannya. Begitu juga di Mesir ada Hasan Al-Banna yang
mampu membangunkan dan menumbuhkan ruh jihad umat Islam melawan rezim penjajah
yang berkuasa saat itu. Di Afghanistan muncul tokoh besar, Syaikh Abdullah
Azzam, ia mampu menggerakkan umat Islam dunia untuk turut serta dalam jihad di
bumi afghanistan melawan uni soviet, dan sebagai hasilnya adalah keruntuhan Uni
Soviet dan negaranya terpecah menjadi negara-negara kecil. Data tersebut
membuktikan bahwa tokoh Islam tersebut layak untuk dimasukkan sebagai tokoh
retorika zaman modern karena mereka mampu menggerakkan orang banyak lewat
ucapannya.
3. Konsep Retorika
Retorika atau ilmu komunikasi adalah cara
pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau
metode y ang teratur atau baik. Berpidato, ceramah, khutbah juga termasuk kajian
retorika. Cara-cara mempergunakan bahasa dalam bentuk retorika seperti pidato
tidak hanya mencakup aspek-aspek kebahasaan saja tetapi juga mencakup
aspek-aspek lain yang berupa penyusunan masalah yang digarap dalam suatu
susunan yang teratur dan logis adanya fakta-fakta yang meyakinkan mengenai
kebenaran masalah itu untuk menunjang pendirian pembicara.
Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang
ingin disampaikan secara efektif dan efisien akan lebih ditekankan pada
kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu komunikasi akan tetap bertitik tolak
dari beberapa macam prinsip.
Asal
konsep Retorika adalah persuasi. Definisi persuasi adalah; (1) Tindakan untuk
mengubah sikap dan perilaku seseorang dengan menggunakan kata-kata
lisan/tertulis, (2) suatu usaha untuk menanamkan opini baru, dan (3) Suatu
usaha yang dilakukan secara sadar, untuk mengubah sikap, kepercayaan, dan
perilaku orang dengan transmisi pesan.
·
Titik tolak Retorika adalah berbicara.
Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau
sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan
informasi atau memberi informasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus
pada manusia. Oleh karena itu, pembicaraan setua umur bangsa manusia. Bahasa
dan pembicaraan ini muncul, ketika manusia mengucapkan dan menyampaikan
pikirannya kepada manusia lain.
·
Retorika modern adalah gabungan yang serasi
antara pengetahuan, pikiran, kesenian, dan berbicara. Dalam bahasa percakapan
atau bahasa populer, Retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang
tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang tepat, benar
dan mengesankan. Ini berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan
efektif, jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu dan
sebagai tanda kepintaran, dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau
tidak membawa efek. Dalam konteks ini sebuah pepatah cina mengatakan, “orang
yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang
berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara”.[5]
B. RETORIKA DAN DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
a) Dakwah Menurut Bahasa
Secara bahasa kata Dakwah berasal dari bahasa arab. Kata dakwah
adalah bentuk masdar dari fi’il madli da’a yad’u – دعا يدعو دعاء ودعوة - yang berarti mengajak, mengundang, memanggil
atau berdoa.[6]
Makna etimologis Dakwah dapat dilihat dari kata
dakwah dalam Al-Quran yang memiliki banyak arti, antra lain :
- Berdo’a Dan Berharap
ادعوا ربكم
تضرعا وخفية إنه لا يحب المعتدين
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang
lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS Al-A’raf :
55)
- Mengajak Dan Mengundang
قل هذه سبيلي
أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين
“Katakanlah: "Inilah jalan
(agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah
dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang
yang musyrik". (QS. Yusuf : 108 )
b. Menurut Istilah
Dr. Abdul Karim Zaidan, di dalam Ushul Al-Dakwah menerangkan
makna dakwah: “yang dimaksud dengan dakwah adalah mengajak kepada Allah swt,
sebagaimana firman Allah:
قل
هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan
orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang
nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik". (qs. Yusuf: 108)
Dan yang dimaksud dengan mengajak kepada Allah adalah mengajak
kepada agamanya yaitu Islam. Sebagaimana firman Allah swt:
إن
الدين عند الله الإسلام
“sesungguhnya agama yang diridloi Allah adalah
Islam”. (QS. Ali Imran: 19)
Yaitu agama yang dibawa oleh Nabi muhammad saw dari tuhanNya.[7]
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa setiap aktivitas yang
dilakukan untuk menunjukkan seseorang kepada Islam adalah dakwah. dengan makna
ini berarti dakwah mencakup segala hal seperti ta’lim, ceramah, nasehat,
keteladanan dan lainnya.
Para ulama dan pemikir muslim memberi makna
dakwah secara terminologis dengan definisi yang variatif seperti :
- Ibnu Taimiyah : "Dakwah ke jalan Allah adalah dakwah untuk beriman kepada Allah dan kepada apa yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yang mencakup keyakinan kepada rukun iman dan rukun Islam”[8]
- Al-Ustadz Al bahi-al-Khuli : "Dakwah Islam yaitu menghantarkan umat dari satu tempat/ kondisi ke tempat/ kondisi yang lain[9]
- Rauf Syalabi : "Dakwah Islam adalah gerakan revitalisasi sistem Illahi yang diturunkan Allah kepada Nabi terakhir"[10]
- Abu Bakar Dzikri : "Dakwah ialah bangkitnya para ulama Islam untuk mengajarkan Islam kepada umat Islam, agar mereka faham tentang agamanya dan tentang kehidupan, sesuai kemampuan setiap ulama”[11]
Dari definisi-definisi tersebut diatas secara utuh dan lengkap dapat disimpulkan, bahwa "Dakwah Islam ialah menyampaikan Islam kepada umat manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk komitmen dengan Islam pada setiap kondisi dan dimana serta kapan saja, dengan metodologi dan sarana tertentu, untuk tujuan tertentu".
2. Urgensi
Retorika Dalam Dakwah
Retorika dakwah dapat dimaknai sebagai pidato
atau ceramah yang berisikan pesan dakwah yakni ajakan ke jalan Allah (Sabilillah)
mengacu pada pengertian dakwah dalam surat alnahl : 125 :
ادع إلى سبيل
ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن
“serulah
oleh kalian umat manusia ke jalan tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik dan
berdebatlah dengan mereka secara baik-baik.”(QS. Annahl : 125)
Seorang dai perlu mempelajari retorika dari
ilmu komunikasi. Karena ia berguna untuk membuktikan maksud pembicaraan atau
menampakkan pembuktiannya. Sehingga dengan retorika ini, seorang dai bisa
berusaha mempengaruhi orang lain supaya mereka dapat mengalihkan pikirannya
dari pikiran-pikiran yang mungkar kepada pikiran-pikiran yang seusai dengan
jalan Allah, yang juga termasuk di dalamnya mempengaruhi keyakinan, perbuatan,
perilaku dan juga pengetahuan dengan seperti itu diharapkan tujuan dakwah yang
disampaikan oleh seorang dai dapat diterima oleh jamaah dengan baik. [12]
Drs. H. Mangun Budiyanto, MSI.
mengatakan di dalam artikelnya: “Ceramah, pidato, atau khutbah merapakan salah
satu bentuk kegiatan dakwah yang sangat sering dilakukan di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Bahkan khutbah pada hari Jumat adalah merupakan kegia tan
wajib yang harus dijalankan saat melaksanakan sholat Jum’at. Agar ceramah atau
khutbah dapat berlangsung dengan baik, memikat dan menyentuh akal dan hati para
jamaah, maka pemahaman tentang retorika menjadi perkara yang penting. Dengan
demikian, disamping penguasaan konsepsi Islam dan pengamalannya, keberhasilan
dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang muballigh
atau khatib dengan jama’ah yang menjadi obyek dakwah.”
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, menjelaskan
maksud ayat diatas, umat yang dihadapi
seorang muballigh dapat dibagi atas 3 golongan, yang masing-masing harus
dihadapi dengan cara yang berbeda-beda.
- Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
- Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau’idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
- Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.”
Sebagaimana
sabda Nabi saw: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar
(takaran kemampuan) akal mereka.” (HR. Muslim)
Dan juga sabda Nabi Saw: “Tempatkanlah
manusia sesuai dengan tempat/kedudukan mereka masing-masing.” (HR. Abu Dawud).
B. RETORIKA DAKWAH ISLAM
Retorika dakwah sendiri berarti berbicara soal
ajaran Islam. Dalam hal ini, syaikh Dr. Yusuf Al-Qordlowi dalam bukunya yang
sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Retorika Islam
(Al-Kautsar, 2004) menyebutkan prinsip-prinsip retorika Islam sebagai berikut :
1. Dakwah Islam adalah kewajiban bagi setiap
muslim
2. Dakwah robbaniyah ke jalan Allah swt
3. Mengajak manusia ke jalan hikmah dan
pelajaran yang baik, antara lain berbicara kepada seseorang dengan bahasanya,
bersikap ramah, dan memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan serta
gerakan bertahap.
Ia menambahkan, retorika dakwah Islam mempunyai
karakteristik :
1. beriman kepada Allah dan tidak mengaingkari
keberadaan manusia
2. meyakini wahyu dan tidak menafikan akal
3. menyeru kepada spiritual dan tidak
meremehkan material
4. memperhatikan ibadah syar’iyah dan tidak
melupakan nilai-nilai moral
5. mengagungkan akidah dan menyebarkan
toleransi dan kasih sayang
6. memikat dengan idealisme dan mempedulikan
realita
7. mengajak kepada keseriusan dan konsistensi,
dan tidak melupakan istirahat dan berhibur
8. berfikir universaal dan tidak melupakan aksi
lokal
9. semangat kepada modernitas dan berpegang
teguh kepada orisinilitas
10. berorientasi futuristik dan tidak
memungkiri masa lalu
11. memudahkan dan menggembirakan dalam
berdakwah
12. berijtihad dan tidak melampaui batasan yang
permanen
13. menolak aksi teror yang terlarang dan
mendukung jihad yang disyariatkan
14. mengukuhkan eksistensi wanita dan tidak
mengikis martabat laki-laki
15. melindungi hak-hak kaum minoritas dan tidak
memarginalisasi kaum mayoritas.[13]
C. Retorika Rosulullah SAW
Rosulullah
saw adalah orang yang sempurna fisik dan akhlaqnya. Pembicaraannya mampu
menyentuh hati setiap orang yang mendengar. orang yang dekat dengannya pasti
mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, keluarga dan manusia
lainnya bahkan ia rela berkorban harta
dan nyawanya karena keagunggannya. [14]
Hal ini menunjukkan bahwa Rosulullah saw
mempunyai kesempurnaan dalam hal retorika sehingga setiap ucapannya mampu
menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya.
Syaikh
Mubarakfuri menambahkan, Rosulullah saw adalah orang yang lisannya sangat
fasih, dan ucapannya menarik (balaghoh = retorika). [15]dan
jika Rosulullah saw berbicara, lawan bicarannya diam serius memperhatikan
seakan-akan diatas kepala mereka ada burung.[16] Khorijah
Ibn Zaid berkata : “Rosulullah saw adalah orang yang paling berwibawa dalam
sebuah majlis, hampir tidak mengeluarkan ucapan dari lidahnya, ia banyak diam,
tidak berbicara kecuali dibutuhkan, berpaling dari orang yang berbicara jelek,
ia juga tertawa dan tersenyum, kata-katanya jelas, tidak berlebihan dan tidak
pula terlalu sedikit.[17]
Dan jika bercanda tidak berkata kecuali kebenaran.[18]
Di dalam
Riyadl Al-Sholihin, Imam Nawawi menyebutkan perkataan Anas : sesungguhnya Nabi
muhammad saw jika berbicara dengan suatu ucapan maka mengulanginya tiga kali,
sampai ucapan tersebut dipahami, dan jika mendatangi suatu kaum ia menyalaminya
tiga kali. (Hr. Bukhori)
Ummul Mukminin A’isyah RA berkata : “sungguh
ucapan Rosulullah saw ucapan yang jelas yang mampu difahami oleh setiap orang
yang mendengarnya.” (Hr. Abu Dawud)[19]
D. Aplikasi Retorika dalam dakwah
Dengan memahami retorika, seorang dai akan mampu menarik
perhatian mad’u sehingga apa yang disampaikannya berkesan, dalam hal ini perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Pahami
dan kuasi pembahasan secara baik. Perlu setiap da’i menyiapkan kisi materi
pembicaraan da rujukan yang diperlukan agar ketika berbicara tida kehilangan
control.
2. Amalkan
ilmu yang disampaikan dan diajarkan. Beri contoh dari diri sendiri tentang apa
yang hendak disampaikan, hal ini untuk menutup dzan (prasangka) orang lain
bahwa Anda “omong kosong”.
3. Pilih
pembicaraan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Setiap da’I hendaknya
pandai melihat fenomena yang berkembang di tengah hadirin, juga latar belakang
social cultural meraka. Hal ini agar lebih mendekati kebutuhan audiens dan
membangkitka spirit keagamaan mereka.
4. Sampaikan
informasi segar sesuai dengan perkembangan yang sedang berlangsung. Fenomena
kekinian yang terjadi bisa menjadi informasi menarik bagi hadirin, karenanya perlu
disampaikan sesuai kebutuhan dan bisa menjadi paenambah materi yang
disampaikan.
5. Beri
ilustrasi hidup klasik atau kontemporer. Manusia seringkali menerima suatu
pesan dengan gamblang dan jelas apabila diberi penjelasan berupa ilustrasi atau
gambaran yang sesuai dengan pesan itu. Karenanya, seorang da’I mesti
pandai-pandai maencari ilustrasi yang tepat untuk disampaikan mendukung
pesan-pesannya.
6. Berikan
solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Rata-rata umat Islam saat ini
menghadapi problema yang kompleks, seperti problema keluarga, ekonomi,
keamanan, musibah, dsb. Da’I yang cermat mengamati persoalan umat, semestinya
memiliki target dakwah selain sampainya pesan, yakni hendaknya bisa memberi
solusi alternative bagi pemecahan mereka. inilah sebenarnya yang bdinantikan
audiens, jika da’I mampu begitu, niscaya kecintaan umat kepada Islam makin
mantap seiring keyakinan mereka bahwa Islam adalah agama “solusi”.
7. Sesuaikan
tingkat dan gaya bahasa dengan tingkat intelektual audiens. Tak bisa dipungkiri
bahwa pesan dakwah kadang gagal dan ditolak gara-gara da’I tidak melihat kadar
intelektual audiens. Berbicara terlalu ilmiah di depan masyarakat awam yang
kurang terpelajar, atau berbicara yang “bertele-tele” tanpa ada greget
ilmiahnya di depan kaum terpelajar juga membuat audiens jengah. Karena itu,
da’I tidak boleh egois, mesti memperhatika kondisi audiens dalam hal daya
berpikir mereka.
8. Sertakan
dalil dan argument yang kuat. Stateman atau pernyatan da’I, walaupun sudah
menjadi hal umum yang dibenarkan agama, alangkah baiknya jika diberi penguat
berupa dalil atau nash yang mendukung pernyataa itu. Argument juga penting
untuk menekankan pernyataan sehingga audiens mencatatnya dalam hati dan benak
mereka bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya.
9. Disiplin
dengan waktu yang telah disepakati. Sebaik-baik pembicaraan adalah yang pendek
namu efektif sedang seburuk-buruk pembicaraan adalah yang panjang bertele-tele
tapi menyesatkan. Karena itu alangkah bijaknya da’I menepati waktu yang telah
ditetepkan untuk berkutbah baginya. [20]
Kesimpulan
Retorika
sebagai salah satu ilmu komunikasi mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu
di mulai sejak masa Yunani dan Romawi. Meskipun para penulis ilmu komunikasi
tidak memasukkan masa peradaban Islam sebagai masa dalam sejarah retorika,
tetapi menurut saya, peradaban Islam sangat mempunyai pengaruh besar dalam hal
ilmu retorika bahkan kaidah-kaidah dalam retorika modern sudah ada sejak masa Rosulullah
saw.
Sebagai
ilmu komuikasi, Seorang aktivis dakwah atau seorang dai perlu mengetahui
retorika yang baik ketika ia berdakwah. Karena dakwah tanpa retorika seperti
masakan yang hambar, tanpa rasa. Retorika bukanlah sekedar bicara indah,
menggugah dan memikat tetapi lebih dari itu retorika mampu membuat orang
tertawa, menangis, dan terbakar semangatnya. Karena itulah setiap aktivis
dakwah membutuhkan ilmu retorika sehingga apa yang ia sampaikan dapat diterima
dengan baik oleh mad’u. dan panutan utama seorang dai dalam beretorika adalah Rosulullah
saw, yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab hadis, kitab-kitab sirah dan
ilmu sastra arab. WAllahu almuwaffiq ila aqwam althoriq. WAllahu a’almu bi
alshowab. Wa shoollAllahu ala sayyidina muhammad.
Daftar Pustaka
Ad-Dakwah Al
Islamiyah Fi 'Ahdiha Al-Makky, Manahijuha Wa Ghoyatuha
Ad-Dakwah Ila
Al-Islam, Mesir: Maktabah Darul Arubah
Al-Buthi, Said Romadhon, Fiqh Al-siroh,(Damskus: Dar
Alfikr,. Cet. 25. 1426H.)
Al-Khouliy, Al-Bahiy., Tadzkirah Al-Du’ah.
(Kairo: Dar Al-Turats. Cet. IX. 2009)
Al-Mubarakfuri, Shofiyu Al-Rahman, Al-Rohiq Al-Makhtum, (Beirut:
Dar Alhilal,
Cet.1. 2004)
Al-Qordlowi, Yusuf, Dr. Retorika Islam (Jakarta : Al-Kautsar,
Cet. 1. 2004 )
Effendy, Onong Uchjana, MA. Prof. Drs. Komunikasi Teori Dan Raktek.
(Bandung:
PT Remaja Rosdakarya.
Cet. 21. Tahun. 2007)
Hendrikus, Dori Wuwur,. Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi,
Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta
: Kanisius. 1999.)
Ibnu Taimiyah, Al
Fatawa Al-Kubro, (Riyadh: Mathobi’al-Riyadh. Cet I)
Imam Nawawi, Riyadl Al-Sholihin,(Beirut: Muassasah Al-Risalah.
Cet.III. 1998)
Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia.
(Surabaya:
Pustaka Progessif.
1997)
Musyafa, Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajian, (Semarang:
Karya Ilmiah,
Skripsi Uin
Kalijaga)
www.Pusdai.Wordpress.Com, 28/04/2013
Zaidan, Abdul Karim, Dr. Ushul
Al-Dakwah. (Beirut: Muassasah Al-Risalah. Cet. IX.
2001). Hal. 5
[1] Prof. Drs.
Onong Uchjana Effendy, MA. Komunikasi Teori Dan Praktek. (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya. Cet. 21. Tahun. 2007). Hal. 53
[3] Kamus Besar
Bahasa Indonesia Offline
[4] Yang demikian
sudah diajarkan Rosulullah jauh sebelum cromwell dilahirkan tetapi kenapa tidak
disinggung sama sekali. Lihat halaman selanjutnya dalam pembahasan retorika dan
dakwah
[5] Dori Wuwur
Hendrikus,. Retorika Terampil berpidato, Berdiskusi,
Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta : Kanisius. 1999.).
hal.7
[6] Ahmad warson
munawwir, al-munawwir kamus arab-indonesia. (surabaya: pustaka progessif.
1997). Hal. 406
[7] Dr. Abdul
Karim Zaidan, Ushul Al-Dakwah. (Beirut: Muassasah Al-Risalah. Cet. IX.
2001). Hal. 5
[8] Lihat Ibnu Taimiyah, Al Fatawa al-Kubro, (Riyadh:
Mathobi’al-Riyadh, cet. I, T.th ). Hal. 15/158
[9] Al-Bahiy Al-Khouliy, Tadzkirah Al-Du’ah.
(Kairo: Dar Al-Turats. Cet. IX. 2009). Hal. 38
[12] Musyafa, Retorika
Dakwah Suyanto Dalam Pengajian, (Semarang: Karya Ilmiah, Skripsi Uin
Kalijaga)Hal. 12
[13] Dr. Yusuf
Al-Qordlowi, Retorika Islam (Jakarta : Al-Kautsar, Cet. 1. 2004 ) Hal.
1-4
[14]Shofiyu
Al-Rahman Al-Mubarakfuri, Al-Rohiq
Al-Makhtum, (Beirut: Dar Al-Hilal, Cet.1. 2004. )Hal. 440
[15] Ibid. 444
[16] Ibid. 447
[17] Ibid. 447
[18] Syaikh Said
Romadhon Albuthi, Fiqh Al-siroh,(Damaskus: Dar Al-fikr,. Cet. 25. 1426H.
) Hal. 346
[19] Imam Nawawi, Riyadlu
Al-sholihin,(Beirut: Muassasah Al-risalah. Cet.3. 1998). Hal. 233
yuk belajar....
BalasHapusini baru postingan makalah yg berkualitas. karena dicantumkan sumbernya pula... terimakasih
BalasHapus