PARA PECINTA
(Muwâshafât Ashhâbi al-Musthafa)
مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى
الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ
فَضْلًا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا
“Muhammad itu adalah utusan Allah
dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang
kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat mereka ruku' dan sujud
mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”. (Qs. Al-Fath: 29)
Lahirnya nabi muhammad saw di dunia adalah nikmat yang
besar bagi kehidupan. Karunia terindah bagi alam semesta. Bagaimana tidak,
karenanya manusia mengenal penciptanya, mengetahui arti hakikat kehidupan, dan
mengetahui bahwa kehidupan yang mereka jalani sekarang tidaklah kehidupan
sebenarnya, karena yang hakiki adalah di akhirat kelak. Dialah rasululah saw
yang telah mengeleluarkan manusia dari lembah kegelapan (al-dhulumat) menuju
cahaya ilahi (al-nur) sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam firman-Nya:
رسولا يَتْلُوا
عَلَيْكُمْ آياتِ اللَّهِ أي القرآن مُبَيِّناتٍ لِيُخْرِجَ الَّذِينَ آمَنُوا
وَعَمِلُوا الصَّالِحاتِ مِنَ الظُّلُماتِ إِلَى النُّورِ
“(Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu
ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan
orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari kegelapan kepada cahaya.” (Qs. Al-Thalaq : 11)
Syaikh Nawawi Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki (Sayyid
‘Ulama Al-Hijjaz) menerangkan, dialah Rasululullah saw yang telah
mengeluarkan manusia dari kegelapan kekufuran kepada cahaya keimanan, dari
kegelapan syubhat kepada cahaya terang (hujjah), dari kegelapan kebodohan
(jahiliyah) kepada cahaya ilmu.[1]
Karena itulah, sebagai bentuk rasa syukur atas karunia
besar tersebut, layak bagi setiap muslim untuk mengikuti dan meneladani baginda
rasulullah saw. Mengenai hal tersebut, Allah swt telah menjelaskan bagaimana
seseorang dapat menjadi pecinta (pengikut sejati) rasulullah saw di dalam surat
al-fath ayat ke-29, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan,
Pertama, Asyiddâu ‘Ala al-Kuffâr, yaitu bersikap
tegas kepada orang-orang kafir. Seorang muslim ketika mengaku sebagai pecinta
Rasulullah saw, maka ia harus tegas berkomitmen dalam menjaga prinsip-prinsip
keimanan. tidak mengadopsi aturan orang-orang kafir, apalagi menyembah apa yang
mereka sembah. Hal ini seperti yang dicontohkan rasulullah saw, sebagaimana
yang diriwayatkan imam thabari dan imam ibnu katsir serta ulama lainnya, bahwa
sekelompok pembesar kafir Quraisy, di dalamnya terdapat al-walid ibn
al-mughirah dan al-‘ash ibn wail, mendatangi Rasulullah saw dengan tujuan
memberikannya harta sehingga menjadi orang yang paling kaya, menikahkannya
dengan gadis yang paling cantik diantara mereka supaya tidak lagi menghinakan
sesembahan dan patung-patung mereka. tetapi rasululullah saw menolak itu semua
dan memilih untuk melanjutkan dakwah menyeru kepada kebenaran yang telah
diturunkan kepadanya. Karena itu, mereka pun menawarinya kembali seraya
mengatakan, kalau begitu sembahlah tuhan kami sehari, dan kami menyembah tuhanmu
sehari. Dengan tegas Rasulullah saw dengan wahya yaang diturunkan kepadanya,
“Katakanlah:
"Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah, dan
kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah, dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah, dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah, untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku."(QS. Al-Kafirun : 1-6)[2]
Demikianlah contoh ketegasan Rasulullah saw terhadap
orang-orang kafir dalam menjaga keimanan dan berdakwah menyeru kepada Allah
swt.
Kedua, Ruhamâu Bainahum, berkasih sayang kepada
sesama muslim. ketika seorang muslim mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw
maka ia harus berlaku lemah lembut dan berkasih sayang kepada saudaranya sesama
muslim. sebagaimana halnya yang ditunjukkan oleh kaum anshar kepada kaum
muhajirin. Tidaklah yang mereka lakukan karena hubungan darah keturunan, tetapi
itu semua dilakukan karena ikatan akidah dan keimanan kepada Allah swt. betapa
indahnya islam mengajarkan berkasih sayang terhadap sesama muslim, sebagaimana
firman Allah swt, “sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara”. (Qs.
Al-Hujurat : 10). Hal ini juga dikuatkan oleh sabda Rasulullah saw,
مثل المؤمنين في توادهم وتراحمهم كمثل الجسد الواحد إذا اشتكى منه
عضو تداعى له سائر الجسد بالحمى والسهر
“Perumpamaan orang-orang
beriman dalam mencintai dan saling berkasih-sayang seperti satu tubuh, apabila
ada satu anggota tubuh yang mengadu sakit, maka anggota tubuh lainnya juga
merasakan sakit yang sama”.
وقال أيضا : المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا
“Seorang mukmin yang satu
dengan lainnya seperti bangunan yang menguatkan satu dengan yang lain”
Bahkan Rasulullah saw dengan tegas mengatakan bahwa
seorang muslim yang tidak berkasih sayang dan mencintai muslim lainnya maka ia
bukanlah termasuk orang yang beriman. Sebagaiman sabda Rasulullah saw,
لا يؤمن أحدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“Tidak beriman salah seorang
dari kalina sehingga ia mencintai saudaranya (muslim) sebagaimana ia mencintai
dirinya sendiri”.
Ketiga, Tazkiyah al-Nafs, seorang muslim yang
mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw, maka ia dituntut untuk senantiasa
mensucikan hatinya dengan memperbanyak ibadah kepada Allah. Hal ini sebagaimana
isyarat dari firman Allah, “Kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia
Allah dan keridhaan-Nya” (QS. Al-Fath: 29).
Seandainya kalau kita membandingkan ibadah Rasulullah
saw dengan ibadah kita, maka kita akan bergumam bahwa ibadah yang kita lakukan
belumlah seberapa dengan yang dilakukan oleh Rasulullah saw. Padahal beliau
telah diampuni dosa-dosanya, dijamin syurga oleh Allah, bahkan ialah yang akan
memberi syafat kepada umat manusia di hari kiamat dan orang yang membuka pintu
syurga. Seperti yang diriwayatkan oleh ummul mukminin sayyidah ‘Aisyah, menceritakan bahwa Rasulullah SAW mendirikan shalat malam sampai
kakinya membengkak (sangking lamanya beliau berdiri), ia pun bertanya, duhai
Rasulullah Saw, kenapa anda melakukannya, padahal Allah telah mengampuni dosamu
baik yang telah lalu maupun yang akan terjadi. Rasulullah saw pun menjawab,
tidak boleh aku melakukannya karena rasa cintaku untuk menjadi hamba yang
banyak bersyukur.
Dalam sebuah riwayat, bahwa Rasulullah saw setiap hari beristighfar
sebanyak tujuh puluh kali, riwayat lain mengatakan seratus kali.[3]
Inilah sebagian gambaran betapa perhatiannya Rasulullah
saw terhadap masalah hati (Tazkiyah al-Nafs). Bahkan banyak sekali di
dalam hadis yang menjelaskan mujahadah Rasulullah saw dalam beribadah kepada
Allah swt. Karena itu layak bagi kita untuk meneladani Rasulullah saw dalam
bermujahadah mensucikan hati dengan memperbanyak ibadah kepada Allah. Diriwayatkan
imam Muslim, seperti yang ditulis oleh imam ibnu hajar al-asqalani dalam kitab Bulûgh
al-Marâm, Bab Shalat Al-Tathowwu’, bahwa seorang sahabat, Rabi’ah Ibn Ka’ab
al-Aslami menginap di rumah Nabi Muhammad saw dan membawakan air wudlu
untuknya. Rasulullah saw berkata kepadanya, mintalah kepadaku!, ia pun
menjawab, saya meminta agar menjadi temanmu di syurga. Kata Rasulullah saw,
adakah permintaan lainnya?!. Jawabnya, hanya itu. Rasulullah saw berkata, kalau
begitu perbanyaklah bersujud.”.[4]
maksudnya, memperbanyak sholat sunnah.
Demikian tiga hal yang menjadi tuntutan bagi setiap
muslim yang mengaku sebagai pecinta Rasulullah saw. Ketika ia mampu melakukan
hal tersebut, maka jaminan bagi para pecinta adalah syurga. Hal ini sebagaimana
yang dinyatakan Allah dalam menutup surat al-fath,
“Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”. (Qs. Al-Fath : 29)
Bahkan karena cintanya kepada umatnya, Rasulullah saw
menjamin bagi mereka syurga di akhirat. Sebagaimana sabda rasulullah saw,
عن أبي هريرة رضي
الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: "كل أمتي يدخلون الجنة إلا من
أبي". قيل ومن يأبى يا رسول الله؟ قال:"من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني
فقد أبي" رواه البخاري.
Abu hurairah meriwayatkan, bahwa Rasulullah saw
bersabda, “setiap umatku akan masuk syurga kecuali yang tidak mau. Para sahabat
heran dan bertanya, wahai rasulullah saw siapakah orang yang tidak mau masuk
syurga?!. Ia berkata, orang yang mentaatiku maka ia masuk syurga, tetapi orang
yang mendurhakaiku (tidak mentaatiku) maka sungguh ia tidak mau (masuk syurga).”
(HR. Imam Bukhari)[5]
Inilah janji Allah dan Rasul-Nya bagi para pecinta
yaitu syurga yang seluas langit dan bumi, syurga yang penuh dengan kenikmatan
dan abadi. Dan janji Allah adalah pasti. Wallahu A’lam Bi Al-Shawab. Wa Shollallahu
Alaihi Wa Sallam Alfa Alfi Sholatin Wa Salamin.
Al-Faqir Ila Ridha Rabbihi Wa Al-Muhib Ila Habibihi
Al-Mushthafa Saw, Dzulkifli Amnan Al-Syarafani Al-Qudsyi
Bekasi, 18 Januari 2014 ba’da Maghrib menjelang Isya’.
SEMOGA BERMANFAAT
[1] Syaikh Nawawi
Al-Bantani, Marah Labid Li Kasyfi Ma’na Al-Qur’an Al-Majid. (Beirut : Dar
Al-Kutub Al-‘Ilmiyah. Cet. I. 1417 H). Hal. 2/538
[2] Syaikh Ramadhan
Al-Buthi, Fiqh Al-Sirah Al-Nabawiyah. ( Mesir: Dar Al-Salam. Cet. 19. 2008). Hal.
81
[3] Lihat
riyadh al-shalihin
[4] Imam Ibnu
Hajar Al-Asqalani, Bulugh Al-Maram Min Adillah Al-Ahkam. (Riyadl : Dar Athlas. Cet.
III. 2000). Hal. 1/95
[5] Imam Nawawi,
Riyadl Al-Shalihin. (Beirut: Dar Al-Risalah. Cet. III. 1998.). Hal. 1/84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar