JARINGAN ULAMA TANAH JAWA DI TANAH SUCI ABAD XVII – XX
a. Hubungan Tanah Jawa Dengan Tanah Suci
Hubungan antara tanah jawa (nusantara) dengan dunia timur tengah
sebenarnya telah terjadi jauh sebelum lahirnya nabi muhammad saw[1].
Hubungan antara nusantara dengan timur tengah melibatkan sejarah yang panjang.
Azyumardi azra mengatakan bahwa Kontak paling awal antara kedua wilayah ini,
khususnya perdagangan, bermula bahkan sejak masa Phunisia dan saba.[2]
Hubungan ini berlangsung hingga masa setelah munculnya islam. Sejak abad ke-7 M
atau abad pertama hijriyah, nusantara sudah membangun hubungan dengan timur
tengah baik dalam bidang ekonomi, politik dan religi.[3]
Hubungan ini semakin kuat pada abad
ke-16. Terlihat dengan adanya kerjasama antara kesultanan aceh dengan dinasti
ustmani.[4]
Lebih lanjut, azyurmadi mengatakan, untuk menyimpulkan
hubungan-hubungan antara timur tengah dan nusantara sejak kebangkitan islam
sampai paruh kedua abad ke-17 menempuh beberapa fase dan juga mengambil
beberapa bentuk. Dalam fase pertama, kasarnya sejak akhir abad ke-8 sampai abad
ke-12, hubungan-hubungan yang ada pada umumnya berkenaan dengan perdagangan.
Inisiatif dalam hubungan-hubungan semacam ini kebanyakan diprakarsai muslim
timur tengah, khususnya arab dan persia. Dalam fase berikutnya, sampai akhir
abad ke-15, hubungan-hubungan antara kedua kawasan mulai mengambil aspek-aspek
lebih luas. Muslim arab dan persia, apakah pedagang atau pengembaara sufi,
mulai mengintensifikasikan penyebaran islam di berbagai wilayah nusantara. Pada
tahap ini hubungan-hubungan keagamaan dan kultural terjalin lebih erat.
Tahap ketiga adalah sejak abad ke -16 sampai paruh kedua abad
ke-17. Dalam masa ini hubungan-hubungan yang terjalin lebih bersifat politik di
samping keagamaan tadi. Di antara faktor terpenting di balik perkembangan ini
adalah kedatangan dan peningkatan pertarungan di antara kekuasaan portugis
dengan dinasti utsmani di kawasan lautan india. Menjelang paruh kedua abad
ke-17, hubungan-hubungan keagamaan dan politik juga dijalin dnegan para
penguasa haramayn. Dalam periode ini, muslim nusantara semakin banyak ke tanah
suci, yang pada gilirannya mendorong terciptanya jalinan keilmuan antara timur
tengah dengan nusantara melalui ulama timur tengah dan murid-murid jawi.[5]
B. Jaringan Ulama Tanah Jawa Di Tanah Suci
Keterlibatan ulama tanah dalam jaringan ulama tanah suci sudah ada
sejak abad ke-17. Jejak mereka terekam dan ditulis oleh para ulama isnad dan
sejarawan arab yang menulis tentang biografi para tokoh dunia arab, terutama
tokoh tanah suci. Hal ini dikuatkan dengan analisa yang dilakukan azyumardi
azra, dia mengungkap jaringan ulama timur tengah dan kepulauan nusantara abad
ke-17-18 dari berbagai sumber arab dan orientalis. Kemudian masa berikutnya
yaitu abad ke-19-20 merupakan masa keemasan para ulama tanah jawa di tanah
suci, karena kuantitas mereka yang sangat banyak dan kualitas keilmuan mereka
menjadi sandaran ulama tanah suci lainnya. Berikut jaringan ulama tanah jawa di
tanah suci yang dimulai sejak abad ke-17 sampai dengan abad ke-20 M.
1). Ulama Tanah Jawa Di Tanah Suci Abad Ke-17
Di dalam buku Jaringan Ulama Timur Tengah Dan Kepulauan Nusantara Abad XVII &
XVII, prof. azyumardi azra menyatakan bahwa para perintis ulama tanah
jawa di tanah suci dimulai pada abad ke-17. Sebagai perintisnya adalah Nuruddin
al-raniri (w. 1068/1658), Abdurrauf al-sinkili (1024-1105/1615-1693), dan
Muhammad yusuf bin abdullah abu al-mahasin al-taj al-khalwati al-maqassari
(1037-1111/1627-99). Antara al-raniri dan al-sinkili mempunyai kedekatan
hubungan Karena mereka bersahabat dan belajar bersama dengan, antara lain, al-qusyasyi
dan al-kurani. Sedang al-maqassari dengan al-raniri mempunyai hubungan guru dan
murid, serta ia juga belajar kepada gurunya al-raniri.
2. Ulama tanah jawa di tanah suci abad ke-18 M
Memasuki abad ke-18, jaringan ulama tanah jawa di tanah suci
dilanjutkan oleh para tokoh yang banyak mempunyai pengaruh baik di tanah jawa
maupun di tanah suci. Nama mereka juga dikenal oleh para ulama tanah suci dan
banyak terdaftar di buku-buku biografi tokoh arab. Ulama melayu (jawa) yang
terlibat dalam jaringan ulama abad ke-18 itu, mempunyai hubungan dan koneksi
yang dapat dilacak dengan jaringan ulama pada masa sebelumnya. Mereka memang
tidak mempunyai hubungan langsung guru-murid dengan para perintis
melayu-indonesia, yaitu Al-Raniri, Al-Sinkili dan Al-Maqassari, tetapi
guru-guru mereka di makkah dan madinah termasuk tokoh-tokoh terkemuka dari
jaringan ulama pada masa mereka. guru-guru itu mempunyai hubungan langsung
dengan para ulama sebelumnya, dengan siapa ketiga ulama jawi abad ke-17 juga
berkaitan. Lebih-lebih lagi, para ulama melayu-indonesia pada abad ke-18 tahu
benar tentang ajaran-ajaran ketiga perintis tersebut, dan mereka menjalin
hubungan intelektual dengan mereka dengan jalan mengacu pada karya-karya
mereka.
Diantara ulama tanah jawa
yang meneruskan jaringan ulama di tanah suci adalah Muhammad Arsyad Al-Banjari,
Syaikh Abdus Samad Al-Falambani, Abdul Wahab Bugis, dan Syaikh Abdurrahman Al-Mashri.
Keempat sahabat ini dikenal dengan sebutan Empat Serangkai Dari Jawa.
Hal ini dikuatkan oleh azyumardi azra, dia mengatakan : “Ada
beberapa ulama utama melayu-indonesia yang berasal dari berbagai wilayah dan
kelompok etnis di nusantara pad periode abad ke-18 hingga awal abad ke-19.
Sebagaian mereka datang dari wilayah Palembang di Sumatera Selatan. Yang paling
penting di antara mereka adalah Syihab Al-Din Ibn Abdulllah Muhammad, Kemas
Fakhr Al-Din, Abdusshamad Al-Palimbani, Kemas Muhammad Ibn Ahmad, Dan Muhammad
Muhyiddin Bin Syihabuddin. Selanjutnya adalah Muhammad Arsyad Al-Banjari dan
Muhammad Nafis Al-Banjari Dari Kalimantan Selatan, Abdulwahhab Al-Bugisi dari
Sulawesi, dan Abdurrahman Al-Mashri Al-Batawi dari Jakarta, Dan Dawud Ibn
Abdulllah Al-Fatani Dai Wilayah Patani, Thailand Selatan. Meski informasi
mengenai sebagian di antara para ulama ini sangat minim, karier dan ajaran
mereka menjelaskan bahwa mereka terlibat baik secara sosial maupun intelektual
dalam jaringan ulama. Jika digabungkan, mereka merupakan para ulama paling
penting di nusantara pada abad ke-18.
3). Ulama tanah jawa di tanah suci abad ke-19-20 M
Memasuki penghujung abad ke-19 dan awal abad ke-20, semakin banyak
ulama tanah jawa yang menuntut ilmu di tanah suci. Informasi tentang biografi
mereka lebih banyak dan tercatat dengan cukup detail di dalam kitab-kitab sanad
dan buku-buku biografi arab. Dan banyak
dari mereka yang setelah mendapat ijazah (sertifikasi), mereka mengajar di
masjidil haram. hal tersebut secara tidak langsung, menjadikan peran mereka di
tanah suci sebagai penerus jaringan ulama tanah jawa yang telah dirintis pada
oleh para ulama tanah jawa sebelumnya.
Mungkin boleh dikatakan bahwa pada masa tersebut adalah masa
keemasan ulama tanah jawa di tanah suci, karena kuantitas /jumlah mereka yang
begitu banyak, disertai kualitas keluasan ilmu mereka yang melahirkan ribuan
ulama besar dan ratusan karya tulis sebagai sumbangsih perkembangan intelektual
di tanah suci. Keadaan seperti ini tidak ada pada masa sebelum dan sesudahnya.
setidaknya ada beberapa data yang membantu analisa dalam mengungkap para ulama
tanah jawa yang menjadi guru besar / ulama tanah suci, masjidil haram, seperti
buku Siyar Wa Tarajim Ba’dli Ulamaina Fi Alqorni Alrobi’ ‘Asyar Li Alhijrah,
Mausu’ah A’lam Al-Qorn Al-Rabi’ ‘Asyar Wa Al-Khomis ‘Asyar Al-Hijri Fi
Al-‘Alam Al-‘Arabi Wa Al-Islami, Natsr Al-Jawahir Fi Ulama Al-Qorn Al-Rabi’
‘asyar, A’lamul makkiyin Min
Al-Qorn Al-Tasi’ Ila Al-Qorn Al-Robi’ Asyara Al-Hijri, Al-Mubtada Wa
Al-Khabar Li Ulama Fi Al-Qorn Al-Rabi’ ‘Asyar Wa Ba’dli Talamidzihim, Al-Dlou
Al-Lami’ Li Ahli Alqorni Altasi’, Al-A’lam Qomus Tarajim Li Asyhar Al-Rijal Wa
Al-Nisa’ Min Al-‘Arab Wa Al-Almusta’ribin Wa Al-Mustasyriqin, Fahros
Al-Faharis Wa Al-Astbat Wa Mu’jam Al-Ma’ajim Wa Al-Masyihot Wa Al-Musalsala, Faidl
Al-Malik Al-Wahhab Al-Muta’ali Bi Anba’ Awail Al-Qorn Al-Tsalis ‘Asyar Wa
Al-Tawali, Akhbar Makkah Fi Qodim Al-Dahr Wa Hadisihi, dan kitab-kitab
lainnya.
Berikut para penerus jaringan ulama tanah jawa di tanah suci pada
abad ke-19-20 M:
1.
Muhammad
Mahfud Al-Tarmasi Al-Jawi Al-Makki (1285-1338 H/ 1889-1920 M)
2.
Muhammad
Nawawi Al-Jawi Al-Bantani Ibn Umar Ibn Ali Ibn ‘Arabi Al-Syafi’i Al-Makki (1230-1314
H)
3.
Abdul
Haq Al-Jawi Al-makki (1285-1324 H / 1869—1907 M)
4.
Arsyad
Ibn As’ad Ibn Mushthofa Ibn As’ad Al-Thowil Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki
(1255-1353 H/ 1840-1935 M).
5.
Muhammad
Arif Ibn Muhammad Wasi’ Al-Bantani Al-Jawi Al-Makki Al-Syafi’i (1285-1348 H/
1889-1940 M).
6. Muhammad
Saleh Darat al-jawi (1235 H/1820 M- 1321 H/ 1903 M)
7.
Muhammad Khalil bin Abdul
Lathif (lahir 1235 H/1820 M)
8.
Ali Ibn Abdullah Ibn Mahmud Ibn Muhammad
Arsyad Ibn Abdullah Al-Banjari Al-Indonisiy Al-Makki Al-Syafi’i (1285-1370 H /
1889-1951 ).
9.
Abu Bakar
Ibn Syihab Ibn Abdurrahman Ibn Abdillah Tambusi Al-Jawi Al-Syafi’i (1280-1359 H/
1864-1940 M).
10.
Utsman
Ibn Abdillah Al-Tambusi (….-1369 H/
….-1950 M).
11. Muhammad Ahid Ibn Muhammad Idris Ibn Abi Bakar Ibn Tubagus
Mushthofa Al-Bakri Al-Bughuri Al-Makki (1302-1372 H / 1885-1953 M).
12.
Baqir
Ibn Muhammad Nur Ibn Fadli Ibn Ibrahim Ibn Ahmad Al-Jogjawi Al-Syafi’i Al-Indonisiy
Al-Makki (1306-1363 H/ 1889-1944 M).
13.
Muhammad
Hasyim Asy’ari Al-Jombani Al-Jawi (1228-1366 H/ 1875-1947 M).
14.
Ahmad
Ibn Abdul Lathif Ibn Abdullah Ibn Abdul Aziz Al-Khotib Al-Minakabawi Al-Jawi Al-Makki
1276-1334 H/ 1860-1916 M.
15.
Muhammad
Mukhtar Ibn ‘Athorid Al-Bughuri Al-Jawi Al-Batawi Al-Makki Al-Syafi’i
(1278-1349 H/ 1862-1931 M).
16.
Ahmad
Ibn Ahmad Ibn Sa’ad Ibn Abdurrahman Al-Marzuqi Al-Batawi (1292 – 1353 H/
1875-1935 M)
17.
Mansur
Ibn Abdul Hamid Ibn Muhammad Al-Batawi Al-Jakartawi Al-Syafi’i (1295-1387 H).
18.
Abdul
Ghoni Al-Bimawi Aljawi (…-1270 H/ ….-1854 M).
19.
Marzuqi
Al-Jawi Al-Syafi’i (…..- 1332 H/ …..-1914 M).
20.
Sholih
Ruwah Al-Syafi’i (….-1270 H/ ….-1854)
21.
Baidlowi
Ibn Abdul Aziz Ibn Baidlawi Ibn Abdul Lathif Al-Andunisia Al-Lasemi Al-Syafi’i (…-
1390 H/ ….-1970 M).
22.
Ali Ibn
Abdul Hamid Ibn Muhammad Ali Kudus Al-Samarani Al-Syafi’i Al-Makki.
23.
Abdul
Qodir Al-Mandili Al-Jawi Al-Syafi’i (…. – 1352 H/ ….-1933 M).
24.
Ismail
Ibn Abdullah Al-Minakabawi Al-Naqsyabandi Al-Kholidi Al-Jawi ( …. - 1280 H/ ….- 1863 M).
25.
Muhammad
Azhari Ibn Ismail Ibn Abdullah Al-Kholidi Al-Minakabawi Al-Makki
26.
Muhammad
Nur Ibn Ismail Ibn Muhammad Azhari Ibn Ismail Ibn Abdullah Al-Minakabawi Al-Naqsyabandi
Al-Kholidi Al-Jawi (…..-1313 H/ ….-1896) .
27.
Abdullah
Ibn Azhari Ibn ‘Asyiq Aldin Muhammad Ibn Shofiyudin Al-‘Alawi Al-Husaini Al-Falambani
(1279 – 1357 H/ 1863-1939 M).
28.
Ahmad
Nahrawi Al-Jawi (…. – 1346 H/ ….-1927 M).
29.
Muhammad
Ibn Umar Sumbawi Al-Jawi Al-Makki.
30.
Muhammad
Ibn Abdul Ghoni Ibn Abdurrahman Al-Falambani Al-Jawi
31.
Wahyudin
Ibn Abdul Ghoni Ibn Sa’adullah Al-Falambani Al-Syafi’i
32.
Ahmad
Ibn Abdul Ghoffar Ibn Abdullah Ibn Muhammad Sambas (1217-1289 H / 1802-1872 M)
33.
Sayyid
Muhsin Ali Ibn Abdurrahman Al-Musawa (Pendiri Madrasah Dar Al-‘Ulum Al-Diniyah
Di Makkah) ( 1323-1354 H / 1905-1935 M).
34.
Zain
Ibn Badawi Al-Sumbawi
35.
Muhsin
Al-Sairami Al-Bantani (Serang Banten 1277-1359)
36.
Ali
Ibn Abdullah Al-Banjari
37.
Sayyid
Abdurrahman Ibn Muhammad Ibn Zai Al-‘Abidin Ibn Husain Ibn Musthofa Al-‘Idrus.
38.
Muhsin
Ibn Muhammad Banhasan Al-Surabawi (1316-1366 H)
39.
KH.
Abdul Mukhith Ibn Ya’qub Ibn Panji Al-Jawi Al-Makki (Panji, Surabaya)
40.
Hasan
Musthofa Garut Al-Jawi,.
41.
Muhammad
Syadzili Al-Jawi (1290-…. H/ 1973-…. M),
42.
Ali
Ibn Abdul Qodir Kudus Al-Syafi’i (W. 1272 H/ 1855 M).
43.
Syaikh
Junaid Al-Jawi
44.
Abdussyakur
Ibn Abdul Jalil Al-Jawi
45.
Jami’
Ibn Abdurrasyid Al-Rifa’i Al-Buqisi (1255-1361 H)
46.
Syaikh
Al-Sya’ri Ibn Abdurrahman Al-Jawi Al-Makki
47.
Abdul
Aziz Ibn Abdul Wahhab Ibn Sholih Al-Bunquri Al-Indonisiy Al-Makki. (1297-1353
H)
48.
As’ad
Syamsul Arifin Sitobondo (Makkah, 1897 – situbondo, 4 agustus 1990).
49.
Sulaiman
Al-Rasuli (1871-1970 M).
50.
Abdul
Karim Amrullah (1879-1945 M)
51.
Syaikh
Muhammad Jamil Jambek (1860-1947 M).
52.
Muhammad
Yasin Ibn Muhammad Isa Alfadani Al-Makki / Abu Al-Faid Alamuddin (W. 28 Dzul
Hijjah Tahun 1410 H/ 1990 M).
53.
Muhammad
Mukhtaruddin Ibn Zainal Abidin Al-Falimbani Al-Jawi Al-Makki Al-Syafi’i (W.
1411)
Data diatas merupakan bukti bahwa, abad ke-19-20 M adalah abad
keemasan ulama tanah jawa di tanah suci. Mereka banyak melahirkan murid dan
karya tulis. Tetapi sangat disayangkan kebanyakan karya mereka, masih berupa
manuskrip dan sedikit yang sudah diterbitkan. Diantara ulama tanah jawa di
tanah suci yang dikenal dan masyhur dengan banyaknya karya mereka antara lain, Syaikh
Muhammad Nawawi Al-Bantani, Syaikh Muktar ‘Athorid Al-Bughuri, Syaikh Muhammad
Mahfud Al-Tarmasi, Syaikh Khotib Al-Minakabawi, Mansur Ibn Abdul Hamid Ibn
Muhammad Al-Batawi, Syaikh Sayyid Muhsin Ali Al-Musawa, Dan Syaikh Muhammad
Yasin Al-Padani. Dan nama terakhir adalah ulama tanah jawa terakhir yang
berkiprah di tanah suci atau yang menjadi guru besar di masjidil haram. sangat
disayangkan, setelah meninggalnya syaikh muhammad yasin al-fadani, belum ada
lagi ulama tanah jawa / indonesia yang menjadi ulama tanah suci, yang bersinar
namanya di seluruh penjuru alam islami.[6]
Umar abdul jabbar, penulis kitab siar wa tarajim mengatakan, “orang
sekarang belum memperoleh apa yang telah mereka dapatkan yaitu ilmu yang
melimpah ruah dan luas, terlebih lagi mereka juga berperan dalam melawan
kedholiman dan orang-orang yang berbuat dholim dengan sikap teguh dan tegas mereka.
merekalah orang-orang yang tidak takut pada celaan orang-orang yang mencela.” [7]
Dari data diatas dapat dibaca bahwa pemikiran para ulama tanah jawa
di tanah suci sejak abad ke-17-20 M adalah beraqidah ahlu al-sunnah wa
al-jama’ah al-‘asyairoh, dalam bidang fiqih mereka bermadzhab syafi’I, serta
tasawuf sunni. Hal ini dikuatkan dengan analisa yang dilakukan oleh mufti
syafi’iyah, syaikh sayyid ahmad zaini dahlan, ia mengatakan bahwa, Sekitar abad
ke-19, madzhab syafi’I adalah madzhab yang paling berpengaruh dan tersebar di
jazirah arabia. Dan daerah hijaz adalah pusatnya. Bahkan mayoritas para ulama
dan pencari ilmu adalah bermadzhab syafi’i.”[8]
Begitu juga, jaringan ulama tanah jawa di tanah suci yang sudah
dimulai sejak abad ke-17 sampai dengan abad ke-20 adalah bukti bahwa tanah jawa
(indonesia) mampu melahirkan tokoh-tokoh hebat yang berperan besar dalam
perkembangan intelektual di dunia islam dan penyebaran agama islam di berbagai
belahan dunia. Hari ini mungkin belum ada ulama indonesia seperti mereka,
tetapi sebagai ungkapan optimisme, tidaklah mustahil akan terlahir kembali dari
rahim indonesia para ulama besar yang mampu melanjutkan jaringan ulama tanah jawa
di tanah suci.
Demikian penelitian tentang jaringan ulama tanah jawa di tanah suci
dari abad ke17-20 M yang dapat saya tuliskan. Tetapi dalam penulisan ini,
banyak footnote yang tidak saya tuliskan karena beberapa alasan, tapi
insyaallah dalam waktu dekat akan diperbarui dan disertai dengan biografi para
ulama yang disebut diatas. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi umat islam, dan
hanya doa yang kami harapkan suapay kami dapat terus menulis dalam upaya
melanjutkan tradisi intelektual para ulama islam. Amin
Goresan Tinta Al-Faqir Ila Rahmati Robbihi Al-Ghoniy Dzul Kifli
Amnan Al-Syarafani Al-Qudsyi
Bekasi, 17/09/2013
[1] ahmad mansur suryanegara, Api sejarah 1(Bandung: penerbit
salamadani. Cet. V. 2012). Hal. 2
[2] Prof. Azyumardi Azra, PH.D.,M.phil., M.A., CBE, jaringan ulama
timur tengah dan kepulauan nusantara abad XVII & XVIII (Jakarta : Prenada
Media group. Cet.I. 2013). Hal.19-20
[3] Ibid. hal. 23
[4] Ibid. hal. 39
[5] Prof.
Azyumardi Azra, PH.D.,M.Phil., M.A., CBE, Jaringan Ulama Timur Tengah Dan
Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII (Jakarta : Prenada Media Group.
Cet.I. 2013). Hal. 50-51
[7] Umar abdul jabbar, Siyar wa tarajim ba’dl ‘ulamaina fi al-qorn
al-rabi’ ‘asyar li al-hijrah. (Jeddah: tihama. Cet. III. 1982). Hal.9
[8]Ahmad zaini dahlan, Khulashoh Al-Kalam Fi Bayan Umara Al-Balad
Al-Haram. (Beirut: dar al-saqi. Cet. I. 1993). Hal. 83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar