Selasa, 27 Agustus 2013

Retorika & Dakwah




RETORIKA DAN DAKWAH


A. MUQODDIMAH
Retorika atau ilmu bicara termasuk salah satu bagian penting dalam proses komunikasi, bahkan ada ilmunya tersendiri. Sebagai bagian dari seni bicara, maka patut bagi orang yang sering berbicara di depan khalayak umum untuk mengetahui apa itu retorika, sehingga apa yang disampaikan dapat menarik dan memikat orang yang mendengarkan.
Terlebih  bagi seorang dai, yang senantiasa menyampaikan dakwah kepada umatnya, ia perlu mengetahui ilmu ini, karena ia berbicara bukan hanya untuk didengar semata, tetapi lebih dari itu, ia berbicara untuk mengajak obyek mad’u kepada jalan Allah, Islam. Karena itu apa yang disampaikan harus bisa mengambil hati mad’u dan menyentuhnya. Memang hidayah adalah urusan Allah sedang tugas dai hanya menyampaikan, tetapi menyampaikan kalau diperindah dengan retorika yang baik  niscaya akan memberikan nilai plus dalam menarik dan menyentuh obyek dakwah.  Untuk lebih mengenal apa itu retorika dan kapan sejarahnya serta apa hubungannya dengan dakwah, berikut penjelasannya yang penulis ambil dari berbagai sumber.


B. RETORIKA DALAM ILMU KOMUNIKASI
1. Pengertian Retorika
Prof. Drs. Onong Uchjana Effendi, M. A dia dalam bukunya Komunikasi Teori Dan Praktek mengatakan : “Retorika atau dalam bahasa inggris rhetoric bersumber dari perkataan latin rhetorica yang berarti ilmu bicara. Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam bukunya, Modern Rhetoric, mendefinisikan retorika sebagai the art of using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif. Kedua pengertian tersebut menunjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian sempit : mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan bahasa, bisa lisan, dapat juga tulisan. Oleh karena itu, ada sementara orang yang mengartikan retorika sebagai public speaking atau pidato di depan umum, banyak juga yang beranggapan bahwa retorika tidak hanya berarti pidato di depan umum, tetapi juga termasuk seni menulis. Kedua pengertian atau anggapan tersebut benar sebab kedua-duanya berkisar pada penggunaan bahasa. Masalahnya ialah bagaimana menggunakan bahasa sebagai lambang komunikasi itu, apakah komunikasi tatap muka atau komunikasi bermedia.”[1]
Di dalam Wikipedia, retorika diartikan sebagai berikut : “Retorika (dari bahasa Yunani ῥήτωρ, rhêtôr, orator, teacher) adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen (logo)”[2]
Di dalam kamus besar bahasa indonesia disebutkan tiga arti retorika, 1 keterampilan berbahasa secara efektif; 2 studi tt pemakaian bahasa secara efektif dl karang-mengarang; 3 seni berpidato yg muluk-muluk dan bombastis.[3]
2. Sejarah Retorika
Retorika mempunyai sejarah yang panjang, sebagaimana yang dijelaskan Prof. Onong, dikatakan bahwa retorika dimualai pada abad kelima sebelum masehi, yaitu dimulai dari suatu kaum yang bernama kaum Sofis yang berada di Yunani. Diantara tokohnya adalah Georgias (480-370 SM), ia menyatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dibuktikan jika tercapai kemenangan dalam pembicaraan. Tetapi pendapatnya tersebut bertentangan dengan pendapat Protagoras (500-432 SM) dan Socrates (469-399 sm). Protagoras mengatakan bahwa kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan demi keindahan bhasa. Sedangkan bagi Socrates, retorika adalah demi kebenaran dengan dialog sebagai tehniknya karena dengan dialog kebenaran akan imbul dengan sendirinya. Dari mereka lahir tokoh-tokoh baru dalam retorika yang kemudian mereka kembangkan seperti Isocrates, Plato, Demosthenes, dan Aristoteles. Merekalah tokoh retorika di Yunani.  Adapun retorika di romawi dikembangkan oleh Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang menyatakan bahwa retorika mempunyai dua tujuan pokok yang bersifat anjuran (suasio) dan penolakan (dissuasio).
Setelah menjelaskan sejarah retorika pada masa Yunani dan Romawi, Prof. Onong langsung menyebutkan retorika zaman modern pada abad ke-17 M tanpa melihat sejarah retorika yang terjadi pada masa Islam atau masa ketika peradaban Islam menguasai dunia. Karena suatu peradaban yang mampu bertahan dalam masa yang sangat lama bahkan berabad-abad lamanya membuktikan bahwa para tokoh peradaban tersebut sangat menguasai penguasaan retorika dalam menggerakkan atau mempengaruhi orang lain. Peradaban Islam yang dibangun setelah diutusnya  Nabi Muhammad saw menjadikan dasar pijakannya adalah wahyu ilahi (al-qur’an dan al-sunnah). Keduanya adalah sumber pengetahuan yang sangat lengkap, meliputi semua lini kehidupan manusia dan diantaranya menjelaskan retorika. Begitu juga, bahasa mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika masa daulah abbasiyah di baghdad. Dan lebih spesifik lagi, bahwa di dalam dunia arab, diajarkan adab arabi sastra arab yang menjelaskan sejarahnya, perkembangannya dan macam-macamnya yang diantaranya adalah mengenai retorika.
Setelah menyebutkan sejarah retorika pada masa Yunani dan Romawi, prof. onong menyebutkan Retorika zaman modern, dimuali abad ke–17 dan dikenal tokohnya antara lain Oliver Cromwell dan Lord Bollingbroke. Cromwell berpendapat bahwa dalam melaksanakan retorika :  harus mengulang hal-hal yang penting, harus menyesuaikan diri dengan sikap lawan, bila perlu tidak menyinggung persolan, harus membiarkan orang-orang menarik kesimpulan sendiri, dan harus menunggu reaksi. Bollingbroke mengatakan bahwa bila kekuasaan politik berlandaskan kekuatan fisik, maka retorika merupakan kekuatan mental. [4]
Selain kedua tokoh tersebut, ada tokoh lainnya seperti Sir Wiston Churchill yang terkenal karena keberhasilannya dalam menggerakkan bahasa inggris, yang mula-mula anti perang, untuk melawan NAZI Jerman sehingga terbangkitlah keberanian rakyat Inggris. Juga ada Adolf Hitler, yang dalam retorikanya ia mengunggulkan diri sendiri, membusukkan dan menakut-nakuti lawan, kemudian menghancurkan. Hakikat retorika Hitler adalah senjata psikis untuk memelihara massa dalam keadaan perbudakan psikis. di prancis abad 20 ada jean jaures,dan di Amerika Seriakat ada Abraham Lincoln.” Ini yang ditulis oleh prof. onong.
Saya menyayangkan kenapa dalam sejarah retorika modern Prof. Onong tidak menyebutkan satu pun tokoh muslim. karena banyak sekali tokoh muslim yang boleh dikatakan lebih hebat retorikanya daripada tokoh-tokoh barat. Di Indonesia dikenal para tokoh yang sangat berjasa dalam menggerakkan orang seperti syaikh Muhammad Haysim Asy’ari pada awal abad 20, ia mampu menggerakkan umat Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa untuk bangkit melawan penjajahan, dan sebagai hasilnya penjajah pun bertekuk lutut dan meninggalkan tanah Jawa. Begitu juga KH. Ahmad Dahlan yang mampu mempengaruhi massa untuk melawan penjajahan dengan dakwah dan organisasi yang didirikannya. Begitu juga di Mesir ada Hasan Al-Banna yang mampu membangunkan dan menumbuhkan ruh jihad umat Islam melawan rezim penjajah yang berkuasa saat itu. Di Afghanistan muncul tokoh besar, Syaikh Abdullah Azzam, ia mampu menggerakkan umat Islam dunia untuk turut serta dalam jihad di bumi afghanistan melawan uni soviet, dan sebagai hasilnya adalah keruntuhan Uni Soviet dan negaranya terpecah menjadi negara-negara kecil. Data tersebut membuktikan bahwa tokoh Islam tersebut layak untuk dimasukkan sebagai tokoh retorika zaman modern karena mereka mampu menggerakkan orang banyak lewat ucapannya.


3. Konsep Retorika
 Retorika atau ilmu komunikasi adalah cara pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan atau metode y ang teratur atau baik. Berpidato, ceramah, khutbah juga termasuk kajian retorika. Cara-cara mempergunakan bahasa dalam bentuk retorika seperti pidato tidak hanya mencakup aspek-aspek kebahasaan saja tetapi juga mencakup aspek-aspek lain yang berupa penyusunan masalah yang digarap dalam suatu susunan yang teratur dan logis adanya fakta-fakta yang meyakinkan mengenai kebenaran masalah itu untuk menunjang pendirian pembicara.
Oleh karena itu suatu bentuk komunikasi yang ingin disampaikan secara efektif dan efisien akan lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa secara lisan. Suatu komunikasi akan tetap bertitik tolak dari beberapa macam prinsip.
Asal  konsep Retorika adalah persuasi. Definisi persuasi adalah; (1) Tindakan untuk mengubah sikap dan perilaku seseorang dengan menggunakan kata-kata lisan/tertulis, (2) suatu usaha untuk menanamkan opini baru, dan (3) Suatu usaha yang dilakukan secara sadar, untuk mengubah sikap, kepercayaan, dan perilaku orang dengan transmisi pesan.
·         Titik tolak Retorika adalah berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat kepada seseorang atau sekelompok orang, untuk mencapai suatu tujuan tertentu (misalnya memberikan informasi atau memberi informasi). Berbicara adalah salah satu kemampuan khusus pada manusia. Oleh karena itu, pembicaraan setua umur bangsa manusia. Bahasa dan pembicaraan ini muncul, ketika manusia mengucapkan dan menyampaikan pikirannya kepada manusia lain.
·         Retorika modern adalah gabungan yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian, dan berbicara. Dalam bahasa percakapan atau bahasa populer, Retorika berarti pada tempat yang tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Ini berarti orang harus dapat berbicara jelas, singkat dan efektif, jelas supaya mudah dimengerti, singkat untuk menghemat waktu dan sebagai tanda kepintaran,  dan efektif karena apa gunanya berbicara kalau tidak membawa efek. Dalam konteks ini sebuah pepatah cina mengatakan, “orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang baik. Orang yang berbicara banyak tidak selalu berarti seorang yang pandai bicara”.[5]


B. RETORIKA DAN DAKWAH
1. Pengertian Dakwah
a) Dakwah Menurut Bahasa
Secara bahasa kata Dakwah berasal dari bahasa arab. Kata dakwah adalah bentuk masdar dari fi’il madli da’a yad’u دعا يدعو دعاء ودعوة  - yang berarti mengajak, mengundang, memanggil atau berdoa.[6]
Makna etimologis Dakwah dapat dilihat dari kata dakwah dalam Al-Quran yang memiliki banyak arti, antra lain : 
  • Berdo’a Dan Berharap
ادعوا ربكم تضرعا وخفية إنه لا يحب المعتدين
 Berdoalah kepada Tuhanmu dengan berendah diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS Al-A’raf : 55)
  • Mengajak Dan Mengundang
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين
 Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik". (QS. Yusuf : 108 )
b. Menurut Istilah
Dr. Abdul Karim Zaidan, di dalam Ushul Al-Dakwah menerangkan makna dakwah: “yang dimaksud dengan dakwah adalah mengajak kepada Allah swt, sebagaimana firman Allah:
قل هذه سبيلي أدعو إلى الله على بصيرة أنا ومن اتبعني وسبحان الله وما أنا من المشركين
“Katakanlah: Inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha suci Allah, dan aku tiada Termasuk orang-orang yang musyrik". (qs. Yusuf: 108)
Dan yang dimaksud dengan mengajak kepada Allah adalah mengajak kepada agamanya yaitu Islam. Sebagaimana firman Allah swt:
إن الدين عند الله الإسلام
“sesungguhnya agama yang diridloi Allah adalah Islam”. (QS. Ali Imran: 19)
Yaitu agama yang dibawa oleh Nabi muhammad saw dari tuhanNya.[7]
Dari pengertian diatas disimpulkan bahwa setiap aktivitas yang dilakukan untuk menunjukkan seseorang kepada Islam adalah dakwah. dengan makna ini berarti dakwah mencakup segala hal seperti ta’lim, ceramah, nasehat, keteladanan dan lainnya.
Para ulama dan pemikir muslim memberi makna dakwah secara terminologis dengan definisi yang variatif seperti :
  1. Ibnu Taimiyah : "Dakwah ke jalan Allah adalah dakwah untuk beriman kepada Allah dan kepada apa yang dibawa Nabi Muhammad SAW, yang mencakup keyakinan kepada rukun iman dan rukun Islam”[8]
  2. Al-Ustadz Al bahi-al-Khuli : "Dakwah Islam yaitu menghantarkan umat dari satu tempat/ kondisi ke tempat/ kondisi yang lain[9]
  3. Rauf Syalabi : "Dakwah Islam adalah gerakan revitalisasi sistem Illahi yang diturunkan Allah kepada Nabi terakhir"[10]
  4. Abu Bakar Dzikri : "Dakwah ialah bangkitnya para ulama Islam untuk mengajarkan Islam kepada umat Islam, agar mereka faham tentang agamanya dan tentang kehidupan, sesuai kemampuan setiap ulama”[11]

Dari definisi-definisi tersebut diatas secara utuh dan lengkap dapat disimpulkan, bahwa "Dakwah Islam ialah menyampaikan Islam kepada umat manusia seluruhnya dan mengajak mereka untuk komitmen dengan Islam pada setiap kondisi dan dimana serta kapan saja, dengan metodologi dan sarana tertentu, untuk tujuan tertentu".
2. Urgensi Retorika Dalam Dakwah
Retorika dakwah dapat dimaknai sebagai pidato atau ceramah yang berisikan pesan dakwah yakni ajakan ke jalan Allah (Sabilillah) mengacu pada pengertian dakwah dalam surat alnahl : 125 :
ادع إلى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي أحسن
“serulah oleh kalian umat manusia ke jalan tuhanmu dengan hikmah, nasihat yang baik dan berdebatlah dengan mereka secara baik-baik.”(QS. Annahl : 125)
Seorang dai perlu mempelajari retorika dari ilmu komunikasi. Karena ia berguna untuk membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Sehingga dengan retorika ini, seorang dai bisa berusaha mempengaruhi orang lain supaya mereka dapat mengalihkan pikirannya dari pikiran-pikiran yang mungkar kepada pikiran-pikiran yang seusai dengan jalan Allah, yang juga termasuk di dalamnya mempengaruhi keyakinan, perbuatan, perilaku dan juga pengetahuan dengan seperti itu diharapkan tujuan dakwah yang disampaikan oleh seorang dai dapat diterima oleh jamaah dengan baik. [12]
Drs. H. Mangun Budiyanto, MSI. mengatakan di dalam artikelnya: “Ceramah, pidato, atau khutbah merapakan salah satu bentuk kegiatan dakwah yang sangat sering dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat. Bahkan khutbah pada hari Jumat adalah merupakan kegia tan wajib yang harus dijalankan saat melaksanakan sholat Jum’at. Agar ceramah atau khutbah dapat berlangsung dengan baik, memikat dan menyentuh akal dan hati para jamaah, maka pemahaman tentang retorika menjadi perkara yang penting. Dengan demikian, disamping penguasaan konsepsi Islam dan pengamalannya, keberhasilan dakwah juga sangat ditentukan oleh kemampuan komunikasi antara sang muballigh atau khatib dengan jama’ah yang menjadi obyek dakwah.”
Menurut Syaikh Muhammad Abduh, menjelaskan maksud  ayat diatas, umat yang dihadapi seorang muballigh dapat dibagi atas 3 golongan, yang masing-masing harus dihadapi dengan cara yang berbeda-beda.
  1. Ada golongan cerdik-cendekiawan yang cinta kebenaran, berpikir kritis, dan cepat tanggap. Mereka ini harus dihadapi dengan hikmah, yakni dengan alasan-alasan, dalil dan hujjah yang dapat diterima oleh kekuatan akal mereka.
  2. Ada golongan awam, orang kebanyakan yang belum dapat berpikir kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian tinggi-tinggi. Mereka ini dipanggil dengan mau’idzatul hasanah, dengan ajaran dan didikan yang baik-baik, dengan ajaran-ajaran yang mudah dipahami.
  3. Ada golongan yang tingkat kecerdasannya diantara kedua golongan tersebut. Mereka ini dipanggil dengan mujadalah billati hiya ahsan, yakni dengan bertukar pikiran, guna mendorong supaya berpikir secara sehat.”
Sebagaimana  sabda Nabi saw: “Berbicaralah kepada manusia sesuai dengan kadar (takaran kemampuan) akal mereka.” (HR. Muslim)
Dan juga sabda Nabi Saw: “Tempatkanlah manusia sesuai dengan tempat/kedudukan mereka masing-masing.” (HR. Abu Dawud).
B. RETORIKA DAKWAH ISLAM
Retorika dakwah sendiri berarti berbicara soal ajaran Islam. Dalam hal ini, syaikh Dr. Yusuf Al-Qordlowi dalam bukunya yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Retorika Islam (Al-Kautsar, 2004) menyebutkan prinsip-prinsip retorika Islam sebagai berikut :
1. Dakwah Islam adalah kewajiban bagi setiap muslim
2. Dakwah robbaniyah ke jalan Allah swt
3. Mengajak manusia ke jalan hikmah dan pelajaran yang baik, antara lain berbicara kepada seseorang dengan bahasanya, bersikap ramah, dan memperhatikan tingkatan pekerjaan dan kedudukan serta gerakan bertahap.
Ia menambahkan, retorika dakwah Islam mempunyai karakteristik  :
1. beriman kepada Allah dan tidak mengaingkari keberadaan manusia
2. meyakini wahyu dan tidak menafikan akal
3. menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan material
4. memperhatikan ibadah syar’iyah dan tidak melupakan nilai-nilai moral
5. mengagungkan akidah dan menyebarkan toleransi dan kasih sayang
6. memikat dengan idealisme dan mempedulikan realita
7. mengajak kepada keseriusan dan konsistensi, dan tidak melupakan istirahat dan berhibur
8. berfikir universaal dan tidak melupakan aksi lokal
9. semangat kepada modernitas dan berpegang teguh kepada orisinilitas
10. berorientasi futuristik dan tidak memungkiri masa lalu
11. memudahkan dan menggembirakan dalam berdakwah
12. berijtihad dan tidak melampaui batasan yang permanen
13. menolak aksi teror yang terlarang dan mendukung jihad yang disyariatkan
14. mengukuhkan eksistensi wanita dan tidak mengikis martabat laki-laki
15. melindungi hak-hak kaum minoritas dan tidak memarginalisasi kaum mayoritas.[13]


C. Retorika Rosulullah SAW
Rosulullah saw adalah orang yang sempurna fisik dan akhlaqnya. Pembicaraannya mampu menyentuh hati setiap orang yang mendengar. orang yang dekat dengannya pasti mencintainya melebihi cintanya kepada dirinya sendiri, keluarga dan manusia lainnya bahkan ia  rela berkorban harta dan nyawanya karena keagunggannya. [14]
Hal ini menunjukkan bahwa Rosulullah saw mempunyai kesempurnaan dalam hal retorika sehingga setiap ucapannya mampu menyentuh hati setiap orang yang mendengarnya.
Syaikh Mubarakfuri menambahkan, Rosulullah saw adalah orang yang lisannya sangat fasih, dan ucapannya menarik (balaghoh = retorika). [15]dan jika Rosulullah saw berbicara, lawan bicarannya diam serius memperhatikan seakan-akan diatas kepala mereka ada burung.[16] Khorijah Ibn Zaid berkata : “Rosulullah saw adalah orang yang paling berwibawa dalam sebuah majlis, hampir tidak mengeluarkan ucapan dari lidahnya, ia banyak diam, tidak berbicara kecuali dibutuhkan, berpaling dari orang yang berbicara jelek, ia juga tertawa dan tersenyum, kata-katanya jelas, tidak berlebihan dan tidak pula terlalu sedikit.[17] Dan jika bercanda tidak berkata kecuali kebenaran.[18]
Di dalam Riyadl Al-Sholihin, Imam Nawawi menyebutkan perkataan Anas : sesungguhnya Nabi muhammad saw jika berbicara dengan suatu ucapan maka mengulanginya tiga kali, sampai ucapan tersebut dipahami, dan jika mendatangi suatu kaum ia menyalaminya tiga kali. (Hr. Bukhori)
Ummul Mukminin A’isyah RA berkata : “sungguh ucapan Rosulullah saw ucapan yang jelas yang mampu difahami oleh setiap orang yang mendengarnya.” (Hr. Abu Dawud)[19]

D. Aplikasi Retorika dalam dakwah
Dengan memahami retorika, seorang dai akan mampu menarik perhatian mad’u sehingga apa yang disampaikannya berkesan, dalam hal ini perlu diperhatikan hal-hal berikut:
1.      Pahami dan kuasi pembahasan secara baik. Perlu setiap da’i menyiapkan kisi materi pembicaraan da rujukan yang diperlukan agar ketika berbicara tida kehilangan control.
2.      Amalkan ilmu yang disampaikan dan diajarkan. Beri contoh dari diri sendiri tentang apa yang hendak disampaikan, hal ini untuk menutup dzan (prasangka) orang lain bahwa Anda “omong kosong”.
3.      Pilih pembicaraan yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Setiap da’I hendaknya pandai melihat fenomena yang berkembang di tengah hadirin, juga latar belakang social cultural meraka. Hal ini agar lebih mendekati kebutuhan audiens dan membangkitka spirit keagamaan mereka.
4.      Sampaikan informasi segar sesuai dengan perkembangan yang sedang berlangsung. Fenomena kekinian yang terjadi bisa menjadi informasi menarik bagi hadirin, karenanya perlu disampaikan sesuai kebutuhan dan bisa menjadi paenambah materi yang disampaikan.
5.      Beri ilustrasi hidup klasik atau kontemporer. Manusia seringkali menerima suatu pesan dengan gamblang dan jelas apabila diberi penjelasan berupa ilustrasi atau gambaran yang sesuai dengan pesan itu. Karenanya, seorang da’I mesti pandai-pandai maencari ilustrasi yang tepat untuk disampaikan mendukung pesan-pesannya.
6.      Berikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Rata-rata umat Islam saat ini menghadapi problema yang kompleks, seperti problema keluarga, ekonomi, keamanan, musibah, dsb. Da’I yang cermat mengamati persoalan umat, semestinya memiliki target dakwah selain sampainya pesan, yakni hendaknya bisa memberi solusi alternative bagi pemecahan mereka. inilah sebenarnya yang bdinantikan audiens, jika da’I mampu begitu, niscaya kecintaan umat kepada Islam makin mantap seiring keyakinan mereka bahwa Islam adalah agama “solusi”.
7.      Sesuaikan tingkat dan gaya bahasa dengan tingkat intelektual audiens. Tak bisa dipungkiri bahwa pesan dakwah kadang gagal dan ditolak gara-gara da’I tidak melihat kadar intelektual audiens. Berbicara terlalu ilmiah di depan masyarakat awam yang kurang terpelajar, atau berbicara yang “bertele-tele” tanpa ada greget ilmiahnya di depan kaum terpelajar juga membuat audiens jengah. Karena itu, da’I tidak boleh egois, mesti memperhatika kondisi audiens dalam hal daya berpikir mereka.
8.      Sertakan dalil dan argument yang kuat. Stateman atau pernyatan da’I, walaupun sudah menjadi hal umum yang dibenarkan agama, alangkah baiknya jika diberi penguat berupa dalil atau nash yang mendukung pernyataa itu. Argument juga penting untuk menekankan pernyataan sehingga audiens mencatatnya dalam hati dan benak mereka bahwa apa yang disampaikan itu benar adanya.
9.      Disiplin dengan waktu yang telah disepakati. Sebaik-baik pembicaraan adalah yang pendek namu efektif sedang seburuk-buruk pembicaraan adalah yang panjang bertele-tele tapi menyesatkan. Karena itu alangkah bijaknya da’I menepati waktu yang telah ditetepkan untuk berkutbah baginya. [20]



Kesimpulan
Retorika sebagai salah satu ilmu komunikasi mempunyai sejarah yang sangat panjang, yaitu di mulai sejak masa Yunani dan Romawi. Meskipun para penulis ilmu komunikasi tidak memasukkan masa peradaban Islam sebagai masa dalam sejarah retorika, tetapi menurut saya, peradaban Islam sangat mempunyai pengaruh besar dalam hal ilmu retorika bahkan kaidah-kaidah dalam retorika modern sudah ada sejak masa Rosulullah saw.
Sebagai ilmu komuikasi, Seorang aktivis dakwah atau seorang dai perlu mengetahui retorika yang baik ketika ia berdakwah. Karena dakwah tanpa retorika seperti masakan yang hambar, tanpa rasa. Retorika bukanlah sekedar bicara indah, menggugah dan memikat tetapi lebih dari itu retorika mampu membuat orang tertawa, menangis, dan terbakar semangatnya. Karena itulah setiap aktivis dakwah membutuhkan ilmu retorika sehingga apa yang ia sampaikan dapat diterima dengan baik oleh mad’u. dan panutan utama seorang dai dalam beretorika adalah Rosulullah saw, yang telah dijelaskan di dalam kitab-kitab hadis, kitab-kitab sirah dan ilmu sastra arab. WAllahu almuwaffiq ila aqwam althoriq. WAllahu a’almu bi alshowab. Wa shoollAllahu ala sayyidina muhammad.





Daftar Pustaka
Ad-Dakwah Al Islamiyah Fi 'Ahdiha Al-Makky, Manahijuha Wa Ghoyatuha
Ad-Dakwah Ila Al-Islam, Mesir: Maktabah Darul Arubah
Al-Buthi, Said Romadhon, Fiqh Al-siroh,(Damskus: Dar Alfikr,. Cet. 25. 1426H.)
Al-Khouliy, Al-Bahiy., Tadzkirah Al-Du’ah. (Kairo: Dar Al-Turats. Cet. IX. 2009)
Al-Mubarakfuri,  Shofiyu Al-Rahman,  Al-Rohiq Al-Makhtum, (Beirut: Dar Alhilal,
            Cet.1. 2004)
Al-Qordlowi, Yusuf, Dr. Retorika Islam (Jakarta : Al-Kautsar, Cet. 1. 2004 )
Effendy, Onong Uchjana, MA. Prof. Drs.  Komunikasi Teori Dan Raktek. (Bandung:
            PT Remaja Rosdakarya. Cet. 21. Tahun. 2007)
Hendrikus, Dori Wuwur,. Retorika Terampil Berpidato, Berdiskusi,
 Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta : Kanisius. 1999.)
Ibnu Taimiyah, Al Fatawa Al-Kubro, (Riyadh: Mathobi’al-Riyadh. Cet I)
Imam Nawawi, Riyadl Al-Sholihin,(Beirut: Muassasah Al-Risalah. Cet.III. 1998)
Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline
Munawwir, Ahmad Warson, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia. (Surabaya:
            Pustaka Progessif. 1997)
Musyafa, Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajian, (Semarang: Karya Ilmiah,
            Skripsi Uin Kalijaga)
Zaidan, Abdul Karim, Dr.  Ushul Al-Dakwah. (Beirut: Muassasah Al-Risalah. Cet. IX.
            2001). Hal. 5



[1] Prof. Drs. Onong Uchjana Effendy, MA. Komunikasi Teori Dan Praktek. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Cet. 21. Tahun. 2007). Hal. 53
[2] www.wikipedia.co.id 27- 08 - 2013
[3] Kamus Besar Bahasa Indonesia Offline
[4] Yang demikian sudah diajarkan Rosulullah jauh sebelum cromwell dilahirkan tetapi kenapa tidak disinggung sama sekali. Lihat halaman selanjutnya dalam pembahasan retorika dan dakwah
[5] Dori Wuwur Hendrikus,. Retorika Terampil berpidato, Berdiskusi, Berargumentasi, Bernegosiasi (Yogyakarta : Kanisius. 1999.). hal.7
[6] Ahmad warson munawwir, al-munawwir kamus arab-indonesia. (surabaya: pustaka progessif. 1997). Hal. 406
[7] Dr. Abdul Karim Zaidan, Ushul Al-Dakwah. (Beirut: Muassasah Al-Risalah. Cet. IX. 2001). Hal. 5
[8] Lihat  Ibnu Taimiyah, Al Fatawa al-Kubro, (Riyadh: Mathobi’al-Riyadh, cet. I, T.th ). Hal. 15/158
[9] Al-Bahiy Al-Khouliy, Tadzkirah Al-Du’ah. (Kairo: Dar Al-Turats. Cet. IX. 2009). Hal. 38
[10] Ad-Dakwah al Islamiyah Fi 'Ahdiha al-Makky, Manahijuha wa Ghoyatuha, hal : 32)
[11] (Al-Dakwah ila al-Islam,( Mesir: Maktabah Darul Arubah. ) Hal. 8
[12] Musyafa, Retorika Dakwah Suyanto Dalam Pengajian, (Semarang: Karya Ilmiah, Skripsi Uin Kalijaga)Hal. 12
[13] Dr. Yusuf Al-Qordlowi, Retorika Islam (Jakarta : Al-Kautsar, Cet. 1. 2004 ) Hal. 1-4
[14]Shofiyu Al-Rahman Al-Mubarakfuri,  Al-Rohiq Al-Makhtum, (Beirut: Dar Al-Hilal, Cet.1. 2004. )Hal. 440
[15] Ibid. 444
[16] Ibid. 447
[17] Ibid. 447
[18] Syaikh Said Romadhon Albuthi, Fiqh Al-siroh,(Damaskus: Dar Al-fikr,. Cet. 25. 1426H. ) Hal. 346
[19] Imam Nawawi, Riyadlu Al-sholihin,(Beirut: Muassasah Al-risalah. Cet.3. 1998). Hal. 233
Powered By Blogger