Kamis, 27 September 2012

Menikah, kenapa takut?

Menikah, kenapa takut?

Menikah, Kenapa Takut?
Oleh: DR. Amir Faishol Fath


Kita hidup di zaman yang mengajarkan pergaulan bebas, menonjolkan aurat, dan mempertontonkan perzinaan. Bila mereka berani kepada Allah dengan melakukan tindakan yang tidak hanya merusak diri, melainkan juga menghancurkan institusi rumah tangga, mengapa kita takut untuk mentaati Allah dengan membangun rumah tangga yang kokoh? Bila kita beralasan ada resiko yang harus dipikul setelah menikah, bukankah perzinaan juga punya segudang resiko? Bahkan resikonya lebih besar. Bukankankah melajang ada juga resikonya?

Hidup, bagaimanapun adalah sebuah resiko. Mati pun resiko. Yang tidak ada resikonya adalah bahwa kita tidak dilahirkan ke dunia. Tetapi kalau kita berpikir bagaimana lari dari resiko, itu pemecahan yang mustahil. Allah tidak pernah mengajarkan kita agar mencari pemecahan yang mustahil. Bila ternyata segala sesuatu ada resikonya, maksiat maupun taat, mengapa kita tidak segera melangkah kepada sikap yang resikonya lebih baik? Sudah barang tentu bahwa resiko pernikahan lebih baik daripada resiko pergaulan bebas (baca: zina). Karenanya Allah mengajarkan pernikahan dan menolak perzinaan.

Saya sering ngobrol, dengan kawaan-kawan yang masih melajang, padahal ia mampu untuk menikah. Setelah saya kejar alasannya, ternyata semua alasan itu tidak berpijak pada fondasi yang kuat: ada yang beralasan untuk mengumpulkan bekal terlebih dahulu, ada yang beralasan untuk mencari ilmu dulu, dan lain sebagainya. Berikut ini kita akan mengulas mengenai mengapa kita harus segera menikah? Sekaligus di celah pembahasan saya akan menjawab atas beberapa alasan yang pernah mereka kemukakan untuk membenarkan sikap.


Menikah itu Fitrah

Allah Taala menegakkan sunnah-Nya di alam ini atas dasar berpasang-pasangan. “Wa min kulli syai’in khalaqnaa zaujain, dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan (Adz-Dzariyaat: 49). Ada siang ada malam, ada laki ada perempuan. Masing-masing memerankan fungsinya sesuai dengan tujuan utama yang telah Allah rencanakan. Tidak ada dari sunnah tersebut yang Allah ubah, kapanpun dan di manapun berada. “Walan tajida lisunnatillah tabdilla, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah Allah” (Al-Ahzab: 62). “Walan tajida lisunnatillah tahwiila, dan kamu tidak akan mendapati perubahan bagi ketetapan kami itu.” (Al-Isra: 77)

Dengan melanggar sunnah itu berarti kita telah meletakkan diri pada posisi bahaya. Karena tidak mungkin Allah meletakkan sebuah sunnah tanpa ada kesatuan dan keterkaitan dengan sIstem lainnya yang bekerja secara sempurna secara universal.

Manusia dengan kecanggihan ilmu dan peradabannya yang dicapai, tidak akan pernah mampu menggantikan sunnah ini dengan cara lain yang dikarang otaknya sendiri. Mengapa? Sebab, Allah swt. telah membekali masing-masing manusia dengan fitrah yang sejalan dengan sunnah tersebut. Melanggar sunnah artinya menentang fitrahnya sendiri.

Bila sikap menentang fitrah ini terus-menerus dilakukan, maka yang akan menanggung resikonya adalah manusia itu sendiri. Secara kasat mata, di antara yang paling tampak dari rahasia sunnah berpasang-pasangan ini adalah untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dari masa ke masa sampai titik waktu yang telah Allah tentukan. Bila institusi pernikahan dihilangkan, bisa dipastikan bahwa mansuia telah musnah sejak ratusan abad yang silam.

Mungkin ada yang nyeletuk, tapi kalau hanya untuk mempertahankan keturunan tidak mesti dengan cara menikah. Dengan pergaulan bebas pun bisa. Anda bisa berkata demikian. Tetapi ada sisi lain dari fitrah yang juga Allah berikan kepada masing-masing manusia, yaitu: cinta dan kasih sayang, mawaddah wa rahmah. Kedua sisi fitrah ini tidak akan pernah mungkin tercapai dengan hanya semata pergaulan bebas. Melainkan harus diikat dengan tali yang Allah ajarkan, yaitu pernikahan. Karena itulah Allah memerintahkan agar kita menikah. Sebab itulah yang paling tepat menurut Allah dalam memenuhi tuntutan fitrah tersebut. Tentu tidak ada bimbingan yang lebih sempurna dan membahagiakan lebih dari daripada bimbingan Allah.

Allah berfirman fankihuu, dengan kata perintah. Ini menunjukan pentingnya hakikat pernikahan bagi manusia. Jika membahayakan, tidak mungkin Allah perintahkan. Malah yang Allah larang adalah perzinaan. “Walaa taqrabuzzina, dan janganlah kamu mendekati zina” (Al-Israa: 32). Ini menegaskan bahwa setiap yang mendekatkan kepada perzinaan adalah haram, apalagi melakukannya. Mengapa? Sebab Allah menginginkan agar manusia hidup bahagia, aman, dan sentosa sesuai dengan fitrahnya.

Mendekati zina dengan cara apapun, adalah proses penggerogotan terhadap fitrah. Dan sudah terbukti bahwa pergaulan bebas telah melahirkan banyak bencana. Tidak saja pada hancurnya harga diri sebagai manusia, melainkan juga hancurnya kemanusiaan itu sendiri. Tidak jarang kasus seorang ibu yang membuang janinnya ke selokan, ke tong sampah, bahkan dengan sengaja membunuhnya, hanya karena merasa malu menggendong anaknya dari hasil zina.

Perhatikan bagaimanan akibat yang harus diterima ketika institusi pernikahan sebagai fitrah diabaikan. Bisa dibayangkan apa akibat yang akan terjadi jika semua manusia melakukan cara yang sama. Ustadz Fuad Shaleh dalam bukunya liman yuridduz zawaj mengatakan, “Orang yang hidup melajang biasanya sering tidak normal: baik cara berpikir, impian, dan sikapnya. Ia mudah terpedaya oleh syetan, lebih dari mereka yang telah menikah.”




Menikah Itu Ibadah

Dalam surat Ar-Rum: 21, Allah menyebutkan pentingnya mempertahankan hakikat pernikahan dengan sederet bukti-bukti kekuasaan-Nya di alam semesta. Ini menunjukkan bahwa dengan menikah kita telah menegakkan satu sisi dari bukti kekusaan Allah swt. Dalam sebuah kesempatan Rasulullah saw. lebih menguatkan makna pernikahan sebagai ibadah, “Bila seorang menikah berarti ia telah melengkapi separuh dari agamanya, maka hendaknya ia bertakwa kepada Allah pada paruh yang tersisa.” (HR. Baihaqi, hadits Hasan)

Belum lagi dari sisi ibadah sosial. Dimana sebelum menikah kita lebih sibuk dengan dirinya, tapi setelah menikah kita bisa saling melengkapi, mendidik istri dan anak. Semua itu merupakan lapangan pahala yang tak terhingga. Bahkan dengan menikah, seseorang akan lebih terjaga moralnya dari hal-hal yang mendekati perzinaan. Alquran menyebut orang yang telah menikah dengan istilah muhshan atau muhshanah (orang yang terbentengi). Istilah ini sangat kuat dan menggambarkan bahwa kepribadian orang yang telah menikah lebih terjaga dari dosa daripada mereka yang belum menikah.

Bila ternyata pernikahan menunjukkan bukti kekuasan Allah, membantu tercapainya sifat takwa. dan menjaga diri dari tindakan amoral, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pernikahan merupakan salah satu ibadah yang tidak kalah pahalanya dengan ibadah-ibadah lainnya. Jika ternyata Anda setiap hari bisa menegakkan ibadah shalat, dengan tenang tanpa merasa terbebani, mengapa Anda merasa berat dan selalu menunda untuk menegakkan ibadah pernikahan, wong ini ibadah dan itupun juga ibadah.

Pernikahan dan Penghasilan

Seringkali saya mendapatkan seorang jejaka yang sudah tiba waktu menikah, jika ditanya mengapa tidak menikah, ia menjawab belum mempunyai penghasilan yang cukup. Padahal waktu itu ia sudah bekerja. Bahkan ia mampu membeli motor dan HP. Tidak sedikit dari mereka yang mempunyai mobil. Setiap hari ia harus memengeluarkan biaya yang cukup besar dari penggunakan HP, motor, dan mobil tersebut. Bila setiap orang berpikir demikian apa yang akan terjadi pada kehidupan manusia?

Saya belum pernah menemukan sebuah riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw. melarang seorang sahabatnya yang ingin menikah karena tidak punya penghasilan. Bahkan dalam beberapa riwayat yang pernah saya baca, Rasulullah saw. bila didatangi seorang sahabatnya yang ingin menikah, ia tidak menanyakan berapa penghasilan yang diperoleh perbulan, melainkan apa yang ia punya untuk dijadikan mahar. Mungkin ia mempunyai cincin besi? Jika tidak, mungkin ada pakaiannya yang lebih? Jika tidak, malah ada yang hanya diajarkan agar membayar maharnya dengan menghafal sebagian surat Alquran.

Apa yang tergambar dari kenyatan tersebut adalah bahwa Rasulullah saw. tidak ingin menjadikan pernikahan sebagai masalah, melainkan sebagai pemecah persoalan. Bahwa pernikahan bukan sebuah beban, melainkan tuntutan fitrah yang harus dipenuhi. Seperti kebutuhan Anda terhadap makan, manusia juga butuh untuk menikah. Memang ada sebagian ulama yang tidak menikah sampai akhir hayatnya seperti yang terkumpul dalam buku Al-ulamaul uzzab alladziina aatsarul ilma ‘alaz zawaj. Tetapi, itu bukan untuk diikuti semua orang. Itu adalah perkecualian. Sebab, Rasulullah saw. pernah melarang seorang sahabatanya yang ingin hanya beribadah tanpa menikah, lalu menegaskan bahwa ia juga beribadah tetapi ia juga menikah. Di sini jelas sekali bagaimana Rasulullah saw. selalu menuntun kita agar berjalan dengan fitrah yang telah Allah bekalkan tanpa merasakan beban sedikit pun.

Memang masalah penghasilan hampir selalu menghantui setiap para jejaka muda maupun tua dalam memasuki wilayah pernikahan. Sebab yang terbayang bagi mereka ketika menikah adalah keharusan membangun rumah, memiliki kendaraan, mendidik anak, dan seterusnya di mana itu semua menuntut biaya yang tidak sedikit. Tetapi kenyataannya telah terbukti dalam sejarah hidup manusia sejak ratusan tahun yang lalu bahwa banyak dari mereka yang menikah sambil mencari nafkah. Artinya, tidak dengan memapankan diri secara ekonomi terlebih dahulu. Dan ternyata mereka bisa hidup dan beranak-pinak. Dengan demikian kemapanan ekonomi bukan persyaratan utama bagi sesorang untuk memasuki dunia pernikahan.

Mengapa? Sebab, ada pintu-pintu rezeki yang Allah sediakan setelah pernikahan. Artinya, untuk meraih jatah rezki tersebut pintu masuknya menikah dulu. Jika tidak, rezki itu tidak akan cair. Inilah pengertian ayat” iyyakunu fuqara yughnihimullahu min fadhlihi wallahu waasi’un aliim, jika mereka miskin Allah akan mampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha mengetahui” (An-Nur: 32). Ini adalah jaminan langsung dari Allah, agar masalah penghasilan tidak dikaitkan dengan pernikahan. Artinya, masalah rezki satu hal dan pernikahan hal yang lain lagi.

Abu Bakar Ash-Shidiq ketika menafsirkan ayat itu berkata, “Taatilah Allah dengan menikah. Allah akan memenuhi janjinya dengan memberimu kekayaan yang cukup.”
Al-Qurthubi berkata, “Ini adalah janji Allah untuk memberikan kekayaan bagi mereka yang menikah untuk mencapai ridha Allah, dan menjaga diri dari kemaksiatan.” (lihat Tafsirul Quthubi, Al Jami’ liahkamil Qur’an juz 12 hal. 160, Darul Kutubil Ilmiah, Beirut).

Rasulullah saw. pernah mendorong seorang sahabatnya dengan berkata, “Menikahlah dengan penuh keyakinan kepada Allah dan harapan akan ridhaNya, Allah pasti akan membantu dan memberkahi.” (HR. Thabarni). Dalam hadits lain disebutkan: Tiga hal yang pasti Allah bantu, di antaranya: “Orang menikah untuk menjaga diri dari kemaksiatan.” (HR. Turmudzi dan Nasa’i)

Imam Thawus pernah berkata kepada Ibrahim bin Maysarah, “Menikahlah segera, atau saya akan mengulang perkataan Umar Bin Khattab kepada Abu Zawaid: Tidak ada yang menghalangimu dari pernikahaan kecuali kelemahanmu atau perbuatan maksiat.” (lihat Siyar A’lamun Nubala’ oleh Imam Adz Dzahaby). Ini semua secara makna menguatkan pengertian ayat di atas. Di mana Allah tidak akan pernah membiarkan hamba-Nya yang bertakwa kepada Allah dengan membangun pernikahan.

Persoalannya sekarangan, mengapa banyak orang berkeluarga yang hidup melarat? Kenyataan ini mungkin membuat banyak jejaka berpikir dua kali untuk menikah. Dalam masalah nasib kita tidak bisa mengeneralisir apa yang terjadi pada sebagian orang. Sebab, masing-masing ada garis nasibnya. Kalau itu pertanyaanya, kita juga bisa bertanya: mengapa Anda bertanya demikian? Bagaimana kalau Anda melihat fakta yang lain lagi bahwa banyak orang yang tadinya melarat dan ternyata setelah menikah hidupnya lebih makmur? Dari sini bahwa pernikahan bukan hambatan, dan kemapanan penghasilan bukan sebuah persyaratan utama.

Yang paling penting adalah kesiapan mental dan kesungguhan untuk memikul tanggung jawab tersebut secara maksimal. Saya yakin bahwa setiap perbuatan ada tanggung jawabnya. Berzina pun bukan berarti setelah itu selesai dan bebas tanggungjawab. Melainkan setelah itu ia harus memikul beban berat akibat kemaksiatan dan perzinaan. Kalau tidak harus mengasuh anak zina, ia harus menanggung dosa zina. Keduanya tanggung jawab yang kalau ditimbang-timbang, tidak kalah beratnya dengan tanggung jawab pernikahan.

Bahkan tanggung jawab menikah jauh lebih ringan, karena masing-masing dari suami istri saling melengkapi dan saling menopang. Ditambah lagi bahwa masing-masing ada jatah rezekinya yang Allah sediakan. Tidak jarang seorang suami yang bisa keluar dari kesulitan ekonomi karena jatah rezeki seorang istri. Bahkan ada sebuah rumah tangga yang jatah rezekinya ditopang oleh anaknya. Perhatikan bagaimana keberkahan pernikahan yang tidak hanya saling menopang dalam mentaati Allah, melainkan juga dalam sisi ekonomi.

Pernikahan dan Menuntut Ilmu

Seorang kawan pernah mengatakan, ia ingin mencari ilmu terlebih dahulu, baru setelah itu menikah. Anehnya, ia tidak habis-habis mencari ilmu. Hampir semua universitas ia cicipi. Usianya sudah begitu lanjut. Bila ditanya kapan menikah, ia menjawab: saya belum selesai mencari ilmu.

Ada sebuah pepatah diucapkan para ulama dalam hal mencari ilmu: lau anffaqta kullaha lan tashila illa ilaa ba’dhiha, seandainya kau infakkan semua usiamu –untuk mencari ilmu–, kau tidak akan mendapatkannya kecuali hanya sebagiannya.
Dunia ilmu sangat luas. Seumur hidup kita tidak akan pernah mampu menelusuri semua ilmu. Sementara menikah adalah tuntutan fitrah. Karenanya, tidak ada aturan dalam Islam agar kita mencari ilmu dulu baru setelah itu menikah.

Banyak para ulama yang menikah juga mencari ilmu. Benar, hubungan mencari ilmu di sini sangat berkait erat dengan penghasilan. Tetapi banyak sarjana yang telah menyelesaikan program studinya bahkan ada yang sudah doktor atau profesor, tetapi masih juga pengangguran dan belum mendapatkan pekerjaan. Artinya, menyelesaikan periode studi juga bukan jaminan untuk mendapatkan penghasilan. Sementara pernikahan selalu mendesak tanpa semuanya itu. Di dalam Alquran maupun Sunnah, tidak ada tuntunan keharusan menunda pernikahan demi mencari ilmu atau mencari harta. Bahkan, banyak ayat dan hadits berupa panggilan untuk segera menikah, terlepas apakah kita sedang mencari ilmu atau belum mempunyai penghasilan.

Berbagai pengalaman membuktikan bahwa menikah tidak menghalangi seorang dalam mencari ilmu. Banyak sarjana yang berhasil dalam mencari ilmu sambil menikah. Begitu juga banyak yang gagal. Artinya, semua itu tergantung kemauan orangnya. Bila ia menikah dan tetap berkemauan tinggi untuk mencari ilmu, ia akan berhasil. Sebaliknya, jika setelah menikah kemauannya mencari ilmu melemah, ia gagal. Pada intinya, pernikahan adalah bagian dari kehidupan yang harus juga mendapatkan porsinya. Perjuangan seseorang akan lebih bermakna ketika ia berjuang juga menegakkan rumah tungga yang Islami.

Rasulullah saw. telah memberikan contoh yang sangat mengagumkan dalam masalah pernikahan. Beliau menikah dengan sembilan istri. Padahal beliau secara ekonmi bukan seorang raja atau konglomerat. Tetapi semua itu Rasulullah jalani dengan tenang dan tidak membuat tugas-tugas kerasulannya terbengkalai. Suatu indikasi bahwa pernikahan bukan hal yang harus dipermasalahkan, melainkan harus dipenuhi. Artinya, seorang yang cerdas sebenarnya tidak perlu didorong untuk menikah, sebab Allah telah menciptakan gelora fitrah yang luar biasa dalam dirinya. Dan itu tidak bisa dipungkiri. Masing-masing orang lebih tahu dari orang lain mengenai gelora ini. Dan ia sendiri yang menanggung perih dan kegelisahan gelora ini jika ia terus ditahan-tahan.

Untuk memenuhi tuntutan gelora itu, tidak mesti harus selesai study dulu. Itu bisa ia lakukan sambil berjalan. Kalaupun Anda ingin mengambil langkah seperti para ulama yang tidak menikah (uzzab) demi ilmu, silahkan saja. Tetapi apakah kualitas ilmu Anda benar-benar seperti para ulama itu? Jika tidak, Anda telah rugi dua kali: ilmu tidak maksimal, menikah juga tidak. Bila para ulama uzzab karena saking sibuknya dengan ilmu sampai tidak sempat menikah, apakah Anda telah mencapai kesibukan para ulama itu sehingga Anda tidak ada waktu untuk menikah? Dari sini jika benar-benar ingin ikut jejak ulama uzzab, yang diikuti jangan hanya tidak menikahnya, melainkan tingkat pencapaian ilmunya juga. Agar seimbang.

Kesimpulan

Sebenarnya pernikahan bukan masalah. Menikah adalah jenjang yang harus dilalui dalam kondisi apapun dan bagaimanapun. Ia adalah sunnatullah yang tidak mungkin diganti dengan cara apapun. Bila Rasulullah menganjurkan agar berpuasa, itu hanyalah solusi sementara, ketika kondisi memang benar-benar tidak memungkinkan. Tetapi dalam kondisi normal, sebenarnya tidak ada alasan yang bisa dijadikan pijakan untuk menunda pernikahan.

Agar pernikahan menjadi solusi alternatif, mari kita pindah dari pengertian “pernikahan sebagai beban” ke “pernikahan sebagai ibadah”. Seperti kita merasa senang menegakkan shalat saat tiba waktunya dan menjalankan puasa saat tiba Ramadhan, kita juga seharusnya merasa senang memasuki dunia pernikahan saat tiba waktunya dengan tanpa beban. Apapun kondisi ekonomi kita, bila keharusan menikah telah tiba “jalani saja dengan jiwa tawakkal kepada Allah”. Sudah terbukti, orang-orang bisa menikah sambil mencari nafkah. Allah tidak akan pernah membiarkan hambaNya yang berjuang di jalanNya untuk membangun rumah tangga sejati.

Perhatikan mereka yang suka berbuat maksiat atau berzina. Mereka begitu berani mengerjakan itu semua padahal perbuatan itu tidak hanya dibenci banyak manusia, melainkan lebih dari itu dibenci Allah. Bahkan Allah mengancam mereka dengan siksaan yang pedih. Melihat kenyataan ini, seharusnya kita lebih berani berlomba menegakkan pernikahan, untuk mengimbangi mereka. Terlebih Allah menjanjikan kekayaan suatu jaminan yang luar biasa bagi mereka yang bertakwa kepada-Nya dengan membangun pernikahan. Wallahu a’lam bishshawab.

Muhasabah Cinta

Muhasabah Cinta

Bismillahirrohmanirrohim

Kepadamu ya Rabb,Tempat bersandar dan berpeluh. Ijikan aku lantunkan tembang syukur tak terhingga. Kini tiba saat berlabuh, detik terindah, sepanjang perjalanan langkah. Detik termahal, karena energi jiwa kita hampir terkuras sepenuhnya. Inilah saatnya cinta bertutur kata, menelisik hingga relung yang paling dalam, takkan pernah cukup kata merangkum seluruh rasa, hanya keagunganMu yang mampu mewakilinya…
Subhanallah wal hamdulillah……
Kepadamu cintaku, tempat aku kan berguru, pada bening di kedua matamu, pada ketulusan kasihmu, pada cerahnya senyummu, dan dialog – dialog yang mengalir penuh makna.
Terimakasih atas segala kepercayaan, semoga tak pernah berkurang. Ikatan cinta yang telah ditautkan, semoga ialah pertemuan di dunia dan peraduan kasih di akhirat sana.
Percikan Taujih

SAAT DUA HATI MENYATU

“ maka nikmat tuhanmu yang manakah yang hendak kamu dustakan. Apa yang ada di langit dan di bumi selalu meminta padanya, setiap saat Dia dalam kesibukan.”
(( Q.S Arrahman : 28 -29 ))

Syukurku pada Tuhan
Atas indahnya ikatan suci di antara kita
Ingatkan kebenaran dan kesabaran
Menuju cinta illahi yang hakiki

Rasa syukur itu sepatutnya kita panjatkan pada Illahi Rabbi atas segala nikmat dan karuniaNya, atas hembusan ikatan suci yang di anugrahkanNya. Rabbi..auzi’’ni an asykura ni’matakallati an’amta alayya wa ala walidayya…
Ya Rabb.. perkenankan hamba memintal untaian syukur tak terhingga, memadukan simpul – simpul taubat, merangkai bunga dzikir dan doa ke hadiratMu.
Ya Rabb.. segala puji bagimu, Berkenan mempertemukan kami, mengikat tali suci, dalam kesakralan janji.
Kasih, penantian bagi kita adalah hal yang teramat menjemukan. Menanti saat – saat berbagi dan melerai kasih antara kita bukan hanya sebatas hitungan jari. Segenap luahan hati telah kita rasakan bersama, rasa rindu, cinta yang tertahan, bahkan debar – debar waktu semakin tak menentu seiring berjalannya waktu.
Kasih, rasa cemas dan kegelisahan ini menjadi bukti, bahwa kita tak memiliki daya apapun kecuali sebatas rencana dan upaya. Bukti bahwa kita tak ada apa – apanya dibanding kehendakNya. Bukti bahwa 99 % usaha manusia mampu terkalahkan oleh 1% kehendaknya. Maka setiap detik penantian kita adalah doa dan harapan. Setiap waktu yang bergulir adalah memohon agar di permudah dan di perlancar segala urusan kita.
Kasih, di hari penuh makna ini, saat kita ikrarkan diri untuk tetap teguh dan terus bersama di jalannya, menjalani hari yang kita harapkan sakinah, mawaddah wa rahmah, janganlah sampai kita lupa bahwa ini adalah karuniaNya, nikmat dan anugrahNya.
Kasih, semoga lantunan syukur yang sederhana ini bisa mewakili bait NikmatNya yang begitu agung. Lain syakartum la azidannakum wa lain kafartum inni ‘adzabii la syadiid.

Ajari Aku Cinta

Ajari Aku Cinta

Sebait Ayat Cinta


“ Dan di antara tanda – tanda kekuasaannya ialah Ia ciptakan untukmu isteri – isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung merasa tenteram kepadanya, dan di jadikanNya di antara kamu rasa kasih dan sayang, sesungguhnya pada yang demikian itu benar – benar terdapat tanda – tanda bagi kaum yang berfikir “
(( Q. S. Ar – Ruum : 21 ))
“ Hai orang – orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dengan sebenar – benar takwa kepadanya, dan janganlah sekali – kali kamu mati melainkan dalam keadaan islam “
(( Q. S. Ali imran : 102 ))

“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada tuhanmu yang telah menjadikan kamu dari jiwa yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan pasangannya, dan dari padanya Allah memperkembang biakkan keturunan laki – laki dan perempuan, dan bertakwalah pada Allah yang atas namanya kamu saling meminta satu sama lain, dan perihalah hubungan silaturahim. Sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kamu “
(( Q. S An – nisa : 1 ))


Teruntuk Separuh Jiwa


Menatap binar matamu
Sejenak ku mengerti tentang arti sebuah pertemuan
Dalam ikatan kasih
Yang simpulnya mengikat begitu erat

Menatap seutas senyummu
Sejenak ku pahami tentang arti memiliki
Merangkai bening asa meretas rindu
yang bergemuruh dalam hatiku dan hatimu
Dalam pendar rasa yang tersisa
Ijinkan aku mengabarkan senandung cinta
Yang menemui masanya
Mencipta ruang dalam jiwa

Dalam denting waktu yang terentang
Ijinkan aku melabuhkan separuh jiwa
Menyemai kerinduan yang mekar berbuah syurga
Bersemi dalam jiwaku dan jiwamu



Dzulkifli Hadi Imawan
& Putri Qurrota A’yun

Kamis, 13 September 2012

ADAB MEMBACA AL-QUR'AN


ADAB MEMBACA ALQUR’AN
1.      Ikhlas, yaitu ia membaca hanya karena Allah SWT semata. Bahwa ia membaca Alqur’an bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah.
2.       Sebelum membaca Alqur’an sebaiknya terlebih dahulu membersihkan mulut dengan siwak.
3.      Disunnahkan membaca Alqur’an dalam  keadaan suci (thoharoh) dari hadas dan najis. Para ulama  sepakat (Ijma’) membolehkan membaca Alqur’an dalam keadaan hadas kecil, tetapi lebih baik bersuci dulu (berwudlu). Adapun orang yang sedang junub atau wanita yang sedang haid, tidak diperbolehkan membaca Alqur’an (hukumnya haram) meskipun satu ayat. Tetapi boleh bagi mereka menghayati atau membaca (melihat) Alqur’an dengan hati tanpa melafadzkannya dengan lisan. Para ulama sepakat (ijma’) bahwa mereka boleh berdzikir; tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan sholawat kepada nabi. Begitu juga bagi yang sedang junub atau haid tidak boleh masuk masjid sebagaimana Rosulullah saw bersabda :
فإني لا أحل المسجد لحائض ولا جنب) )
“sesungguhnya aku tidak menghalalkan masjid bagi wanita haid dan orang yang junub” (HR. Abu Dawud No. 232)
Mayoritas para ulama melarang orang yang sedang junub dan wanita haid untuk I’tikaf atau duduk di masjid, tetapi membolehkan mereka melewati masjid sebagaimana firman Allah SWT:
{وَلَا جُنُبًا إِلَّا عَابِرِي سَبِيلٍ حَتَّى تَغْتَسِلُوا} [النساء: 43]
4.      Disunnahkan membaca Alqur’an di tempat yang bersih, terutama di masjid. Karena masjid adalah tempat yang suci dan sebaik-baik tempat.
5.      Disunnahkan menghadap kiblat ketika membaca Alqur’an. Sebagaimana sabda Rosulullah saw : “sebaik-baik majlis adalah majlis  yang mengahap kiblat.”
6.      Duduk dengan khusyuk, tenang dan penuh penghayatan (tadabbur) ketika membaca Alqur’an.
7.      Memulai membaca Alqur’an dengan melafadzkan istiadzah yaitu bacaan
 أعوذ بالله من الشيطان الرجيم (saya berlindung kepada Allah SWT dari syaitan yang terkutuk.)


وقال السيد الجليل ذو المواهب والمعارف إبراهيم الخواص رضي الله تعالى عنه : دواء القلب خمسة أشياء : قراءة القرأن بالتدبر وخلاء البطن وقيام الليل والتضرع عند السحر ومجالسة الصالحين.
Berkata Ibrahim Al-khowwas : “Obat hati ada lima perkara; membaca Alqur’an dengan tadabbur, perut yang kosong (lapar), qiyamullail (solat malam), bermunajat di waktu sahur dan berkumpul dengan orang-orang sholih.”
Maraji’ : Attibyan, Imam nawawi (Mesir : dar al-kautsar 2008)
               Almasyru’ wal mamnu’ fil masjid, Falih muhammad (saudi arabia: 1998)

Minggu, 09 September 2012

Bulan Muharram, Keutamaan dan sejarahnya



Bulan muharram adalah bulan yang mulia. Disebut muharram karena diharamkan / dilarang terjadi perang  pada bulan tersebut. Para ahli tafsir mengartikan firman allah swt dalam surat alfajr (والفجر وليال عشر  ) yang dimaksud asyr, dalam ayat ini adalah sepuluh hari pertama bulan muharram. Imam qotadah berkata : yang dimaksud dengan kata fajr di dalam ayat ini adalah fajar di hari pertama bulan muharram.
Puasa di bulan muharram
عن أبي هريرة قال سمعت رسول الله {صلى الله عليه وسلم} يقول أفضل الصوم بعد رمضان شهر الله الذي تدعونه المحرم
“diriwayatkan oleh abu hurairah, rosulullah saw bersabda : “puasa yang paling utama setelah romadlan adalah pada bulan yanng kalian sebut dengan muharram.”
Di dalam bulan muharram disunnahkan untuk berpuasa di hari ke sembilan dan ke sepuluh (asyura). Sebagaimana sebuah hadis yang diriwayatkan oleh imam bukhori dan muslim:
عن ابن عباس أن رسول الله {صلى الله عليه وسلم} قدم المدينة فرأى اليهود يصومونه ويقولون هذا يوم عظيم أنجى الله فيه موسى وقومه وأغرق فرعون وقومه فصامه موسى شكرا فنحن نصومه فقال رسول الله {صلى الله عليه وسلم} فنحن أحق وأولى بموسى منكم فصامه وأمر بصيامه وفيهما
من حديث سلمة بن الأكوع أن رسول الله {صلى الله عليه وسلم} أمر رجلا من أسلم أن أذن في الناس من كان أكل فليصم يعني بقية يومه ومن لم يكن أكل فليصم فإن اليوم يوم عاشوراء
“ibnu abbas meriwayatkan, bahwa rosulullah saw  datang di madinah dan melihat orang-orang yahudi sedang berpuasa seraya berkata, ini adalah hari yang agung, karena pada hari ini, allah telah menyelamatkan nabi musa dan kaumnya serta menengelamkan firaun dan bala tentaranya. Maka nabi musa berpuasa sebagai rasa syukur, maka kita pun berpuasa. Berkata rosulullah saw : sungguh kita lebih berhak dan lebih utama untuk musa dari pada kalian. Maka rosulullah saw berpuasa dan memerintahkan puasa ( hari tersebut). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa rosulullah saw menyuruh seseorang dari bani aslam untuk memberitahukan pengumuman, barang siapa yang sudah makan maka berpuasalah (pada sisa harinya), dan bagi yang belum makan berpuasalah, karena hari ini adalah hari asyura. “
Keutamaan puasa asyura’
عن أبي قتادة الانصاري أن رسول الله {صلى الله عليه وسلم} قال صوم عاشوراء يكفر العام الذي قبله انفرد بإخراجه مسلم
Rosulullah saw bersabda : “puasa asyura (hari ke sepuluh bulan muharram) menghapuskan dosa setahun yang lalu.”( Hr. Muslim)
Ini menegaskan kembali bahwa bulan muharram adalah bulan yang mulia, dan hari asyura’ adalah hari yang agung. Maka sepatutnya untuk berlomba-lomba memperbanya kebaikan pada hari-hari di bulan muharram dan tidak terlenai dengan silau duniawi.
Peristiwa yang terjadi pada hari asyura
1. selamatnya nabi musa dan tenggelamnya fir’aun di laut merah
ketika fir’aun diatas puncak kesombongan dan kekufuran dan menyiksa bani israil. Nabi musa mengumpulkan kaumnya untuk keluar dari negeri fir’aun dengan menyebrangi laut merah, dan diikuti fira’un beserta bala tentaranya,pada hari yang agung itu  turunlah wahyu kepada musa agar ia memukukan tongkatnya ke laut. Sebagaimana hal ini dikisahkan allah di dalam alqur’an :
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِب بِّعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانفَلَقَ فكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ " [الشعراء : 63]
63. lalu Kami wahyukan kepada Musa: "Pukullah lautan itu dengan tongkatmu". Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang besar.
Ketika firaun melihat hal tersebut, mukjizat yang besar, ia masih tidak tersadar karena kesombongannya dan ia beserta kaumnya  berusaha mengejar nabi musa dan para pengikutnya,  maka allah menenggelamkan mereka, dan menyelamatkan musa dan kaumnya dari kejaran fir’aun. Sebagaimana firman allah swt :
30. dan Sesungguhnya telah Kami selamatkan Bani Israil dari siksa yang menghinakan,

2. kematian husain bin ali bin abi tholib, cucu rosulullah saw
Hari asyura adalah hari yang allah pilih dan takdirkan atas kesyahidan husain cucu rosulullah saw. Disebutkan di dalam sebuah riwayat, bahwa pernah daatang seseorang kepada ibnu umar untuk bertanya tentang darah nyamuk. Ibnu umar bertanya kepadanya : dari mana asalmu? Ia menjawab: dari penduduk irak. Seketika itu ibnu umar berkata: lihatlah orang ini, ia bertanya tentang darah nyamuk, padahal mereka (penduduk iraq) telah membunuh cucu rosululllah saw, sungguh saya pernah mendengar beliau bersabda: Mereka berdua (hasan dan husain) adalah raihanah (penghibur hatiku) di dunia. (Hr. Bukhori)
عن أبي سعيد الخدري قال قال رسول الله {صلى الله عليه وسلم} الحسن والحسين سيدا شباب أهل الجنة قال الترمذي هذا حديث صحيح
Dalam riwayat lain, rosulullah saw bersabda : hasan dan husain adalah pemimpin pemuda ahli syurga. (hr. tirmidzi)
Ummu salamah meriwayatkan : ketika malaikat jibril disisi rosulullah saw, dan husain bersamaku, ia lalu menangis dan saya biarkan, ia lalu mendatangi rosulullah saw, kemudian saya ambil dia (gendong) malah menangis, maka kulepaskan dia lalu menuju rosululllah saw. Jibril berkata kepada rosulullah saw: wahai muhammad apakah kamu mencintainya? Jawab rosul : iya. Jibril berkata: Sungguh umatmu akan membunuhnya, jika kamu mau kutunjukkan kepadamu tanah tempat ia terbunuh. Lalu jibril membentangkan sayapnya ke tempat terbunuhnya husain (kelak) yang disebut kabala’ dan memperlihatkannya kepada rosulullah saw. “
Diriwayatkan bahwa ketika husain mendatangi karbala dan mencium tanahnya, ia bertanya kepada penduduknya tentang namanya, jawab mereka karbala’. Husain berkata karb wa bala (kesusahan dan ujian). Lalu ia dibunuh ditempat tersebut. ‘
Diriwayatkan oleh abdullah bin naji, bahwa bapaknya pernah berjalan (bepergian )bersama ali bin abi tholib, ketika bersebelahan dengan ninawa yaitu arah ke shiffin, ia memanggil ali, bersabarlah wahai aba abdillah, bersabarlah wahai aba abdillah di lembah furat. Aku berkata: kenapa? Ali berkata : pada suatu hari aku pernah masuk kepada nabi saw sedang kedua matanya berlinangan air mata. Aku berkata: wahai rosullullah saw apakah ada orang yang membuatmu marah? Kenapa anda menangis? Ia menjawab; baru saja berdiri disampingku malikat jibril, ia memberikan kabar bahwa husain akan terbunuh di lembah furat. Dan jibril berkata, maukah kamu kuciumkan tanahnya? Jawab rosul: iya. Lalu jibril menjulurkan tangannya dan menggengam segenggam tanah lalu memberikannya kepadaku hingga mataku tak mampu menahan air mata. “
Diriwayatkan oleh hilal bin dzakwan: ketika husain terbunuh, hujan turun diatas kami, dan bekas hujan yang menempel di baju-baju kami seperti darah.
Muhammad bin sirin berkata.: tidak pernah terlihat warna merah seperti ini dilangit sehingga husain terbunuh.
 Muharram adalah awal permulaan tahun
Disebutkan di dalam kitab nihayatu zain syaikh nawawi bantani sebagai berikut: "Selanjutnya diterangkan pula bahwa 10 Muharram adalah hari yang penuh dengan kesejarahan. Tercatat beberapa kejadian penting yang berlangsung pada hari 10 Muharram, tentunya dengan tahun yang berbeda-beda.
 Pertama, 10 Muharram adalah hari diciptakannya Nabi Adam as. di dalam surga.
Kedua, hari dimana Nabi Nuh berhenti berlayar dalam banjir bandangnya.  
Ketiga, Allah menjadikan lautan bagaikan daratan sebagai ruang pelarian Nabi Musa sekaligus kuburan bagi Fir’aun.
 Keempat, hari keluarnya Nabi Yunus dari perut ikan Hut.
Kelima, hari dilahirkannya Khalilullah Nabi Ibrahim as dan juga hari diselamatkannya Nabi Ibrahim as dari kobaran api.
 Keenam, hari kelahiran Nabi Isa as dan hari dimana Allah swt. menyelamtkan Nabi Isa as dari kejaran umatnya dengan mengangkatnya ke atas.
Para ulama sepakat bahwa bulan muharram adalah awal permulaan tahun hijriah. Sebagaimana yang dikatakan ibnu katsir: para ulama menjadikan awal tahun pada bulan muharram. 
Marji' : 
attabshiroh abdurrahman ibnu aljauzi 
qissota fil muharram
nu.or.id
Powered By Blogger